Pada mulanya dulu Nabi shallallahu 'alaihi wasalam melarang ziarah kubur, kemudian beliau membolehkannya dengan sabdanya:السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَلاَحِقُونَ أَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ.artinya:"Semoga keselamatan (dilimpakan) atas kalian wahai penghuni kubur dari orang-orang Mukmin dan Muslim, sedangkan kami insya Allah akan menyusul kalian, kami mohon kepada Allah (semoga) untuk kami dan kalian (diberi) afiat. " (Hadits dikeluarkan oleh Muslim 975 dari Buraidah).
Dan dalam riwayat yang lain:إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمِ الآخِرَةَartinya: "Dahulu saya telah melarang kalian ziarah kubur, maka (kini) ziarahlah kalian padanya karena sesungguhnya itu mengingatkan akherat." (HR Muslim 977, At-Tirmidzi 1054, At-Thayalisi 807, Ibnu Hibban 3168, Al-Hakim 12/375, Abu Daud 3235, dan Ahmad 5/359).
« كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُزَهِّدُ فِى الدُّنْيَا وَتُذَكِّرُ الآخِرَةَ ».artinya:" Dahulu saya telah melarang kalian ziarah kubur, maka (kini) ziarahlah kalian ke kubur-kubur karena sesungguhnya (ziarah kubur) itu menzuhudkan (menjauhkan diri dari kecintaan) terhadap dunia dan mengingatkan akhirat." (HR Ibnu Majah dalam sunannya, nomor 1571).
Hadits-hadits tentang ziarah kubur itu
diriwayatkan dalam kitab Shahihain —Al-Bukhari dan Muslim—, Sunan
At-Tirmidzi dan lainnya. Kese-luruhan hadits-hadits tersebut ada di
kitab Misykatul Mashabih 1/154.
Ziarah kubur itu ada dua macam: Syar'iyah (di-syari'atkan) dan syirkiyah (termasuk kemusyrikan).
Ziarah kubur yang Syar'iyah
Ziarah kubur yang disyari'atkan dalam
Islam adalah berziarah ke kubur Muslimin, dan mengucapkan salam atas
mereka, mendo'akan untuk mereka agar diberi ampunan dan maghfirah,
sebagaimana terdapat dalam hadits-hadits. Dan hendaklah kamu mengambil
pelajaran (i'tibar) dengan keadaan mereka dahulunya bahwa mereka dulu
begini dan begitu, mereka adalah nabi -nabi, wali-wali, orang-orang
shalih, raja-raja, umara' (pemimpin pemerintahan) dan orang-orang kaya.
Mereka telah mati, telah dipendam, telah menjadi tanah, dan mereka telah
menjumpai apa yang telah mereka perbuat baik berupa kebaikan atau
keburukan.
Jadi, ziarah kubur itu tidak untuk
mengambil pelajaran dan menebalkan sikap meterialistis yang mementingkan
kehidupan dunia ini. Karena kehidupan di dunia ini adalah tipuan dan
tidak kekal, sedangkan kita semua akan mati dan akan dikubur. Maka
sebaiknya kita tidak tertipu oleh gebyar dan kesenangan dunia. Inilah
hakikat ziarah kubur yang syar'i itu.
Ziarah kubur yang syirkiyah
Adapun ziarah kubur yang syirkiyah
atau menyekutukan Allah dan sangat dilarang dalam Islam adalah apabila
peziarah menciumi kuburan, atau sujud di atasnya, atau mengusap-usapnya,
atau memanggil-manggil penghuninya, atau minta pertolongan padanya
(istighatsah dengan kubur), atau minta keselamatan (istinjad) padanya,
atau bernadzar (misalnya kalau sukses usahanya maka akan mengadakan
penyembelihan) untuk kubur, atau menyangka/ meyakini bahwa (mayit) yang
dikubur itu bisa memberi manfaat atau mudharat padanya.
Ziarah kubur yang model ini adalah
bertentangan dengan hikmah disyari'atkannya ziarah kubur itu sendiri.
Bahkan itu adalah kenyataan yang dulunya diperbuat oleh ahli jahiliyah.
Oleh karena itu dulu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang ziarah
kubur.
Menjauhi syirik itu mutlak
Allah memerintahkan semua manusia agar
memurnikan ibadahnya hanya untuk Allah, sedang Dia menciptakan seluruh
manusia hanyalah untuk beribadah kepadaNya dengan ikhlas. Sebagaimana
Allah firmankan,
Ketahuilah bahwa ibadah itu tidak sah kecuali bersama tauhid (mengesakan Allah Ta'ala). Sebagaimana shalat itu tidak sah kecuali beserta thaharah (suci) dan wudhu'. Maka apabila kemusyrikan masuk ke dalam ibadah pasti rusaklah ibadah itu, seperti halnya hadats apabila masuk ke dalam wudhu' maka rusaklah wudhu'nya.وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ [الذاريات/56]artinya: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu." (Adz-Dzaariyaat/ 51:56).
Syirik itu jika mencampuri ibadah maka merusak ibadah , dan menghapus pahala ketaatan, hingga pelakunya termasuk penghuni neraka yang kekal di dalamnya.
Ketahuilah bahwa di antara hal-hal penting yang wajib diketahui adalah: mengetahui syirik. Siapa yang tidak tahu syirik boleh jadi dia terjatuh di dalam kemusyrikan, sedangkan dia tidak tahu! Allah Ta'ala berfirman,
Dalam ayat tersebut Allah Ta'ala menjelaskan bahwa Dia tidak mengampuni hamba yang mati dalam keadaan musyrik. Dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi hambaNya yang Ia kehendaki.إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ [النساء/48]artinya: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendakiNya." (QS An-Nisaa': 48, 116).
Ayat di atas menunjukkan bahwa syirik
adalah sebesar-besar dosa. Karena Allah menjelaskan bahwa Dia tidak
mengampuni dosa syirik bagi orang yang belum bertobat (sebelum
kematiannya). Sedangkan dosa selain syirik maka ada di bawah kehendak
Allah, jika Dia berkehendak, maka Dia akan mengampuni, dan jika Dia
berkehendak, Dia akan menyiksanya karena dosanya itu. Dengan demikian
wajib bagi setiap hamba untuk takut pada kemusyrikan yang merupakan dosa
terbesar itu.
Wajib sama sekali atas setiap Muslim
mengetahui dan menghindari syirik itu. Untuk mengetahuinya di antaranya
hendaklah dibaca risalah Al-Ushuuluts Tsalaatsah (sudah diterjemahkan
dengan penjelasannya, berjudul Penjelasan Kitab 3 Landasan Utama), dan
Kitab Tauhid karangan Syaikh Muhammad At-Tamimi (keduanya diterbitkan
oleh Darul Haq).
Dalam buku itu disebutkan firman Allah,إِنَّهُ ُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ [المائدة/72]artinya: "Sesungguhnya barangsiapa menyekutukan Allah maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga dan tempatnya adalah neraka, dan tidak ada seorang pun penolong bagi orang-orang yang dhalim." (QS Al-Maidah: 72).
Syaikh Muhammad Al-Utsaimin menjeaskan firman Allahعَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَأَلْتُ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - أَىُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ قَالَ « أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهْوَ خَلَقَكَ » .Dari Abdullah, ia berkata, aku bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dosa apa yang paling besar di sisi Allah? Nabi bersabda: "(Dosa terbesar) adalah engkau menjadikan tandingan (sekutu) bagi Allah sedangkan Dia lah yang menciptakanmu." (HR Al-Bukhari dan Muslim).
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًاyang artinya: "Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukanNya dengan sesuatu pun." (An-Nisaa': 36).
Dalam ayat ini Allah memerintahkan agar
manusia beribadah kepadaNya serta melarang berbuat syirik. Dan ini
mengandung pengertian bahwa penyembahan itu hanyalah milik Allah semata.
Barangsiapa tidak menyembah Allah maka dia kafir dan sombong.
Barangsiapa menyembah Allah tetapi juga menyembah selainNya, maka dia kafir dan musyrik.
Barangsiapa menyembah Allah saja, maka dia orang Muslim yang sesungguhnya.
Syirik ada dua macam: besar dan kecil.Barangsiapa menyembah Allah tetapi juga menyembah selainNya, maka dia kafir dan musyrik.
Barangsiapa menyembah Allah saja, maka dia orang Muslim yang sesungguhnya.
Syirik besar yaitu menyekutukan Allah dengan selainNya yang menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam.
Lebih jelasnya, syirik akbar (besar)
yaitu menjadikan tandingan atau sekutu terhadap Allah dalam hal
beribadah, berdoa, atau mengharapkan, atau takut, atau cinta, dalam
memperlakukan tandingan itu seperti memperlakukannya kepada Allah. Atau
memperlakukan tandingan itu dengan perlakuan jenis ibadah.
Itulah syirik yang Allah haramkan atas pelakunya untuk masuk surga, sedang tempatnya adalah neraka.
Syirik kecil adalah setiap pekerjaan:
ucapan atau tindakan yang dinyatakan oleh syara' bahwa termasuk
perbuatan syirik, namun tidak menyebabkan pelakunya keluar dari agama
Islam.
Lebih jelasnya, syirik ashghar (kecil)
adalah seluruh perkataan dan perbuatan yang menjadi perantara kepada
syirik besar, seperti bersumpah dengan selain Allah, riya' , beramal
tidak ikhlas karena Allah.
Riya' yaitu menampak-nampakkan (pamer) kebaikan agar dipuji orang.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
mengungkapkan kekhawatirannya terhadap sahabatnya akan adanya riya' pada
mereka, karena riya' itu paling banyak dan disenangi oleh jiwa manusia
dan paling mudah dilakukan.
Kalau sahabat yang imannya sangat tebal
saja diperingatkan dengan kekhawatiran Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam akan adanya syirik kecil (riya') itu pada mereka, maka umat Islam
hendaknya lebih khawatir adanya syirik besar dan kecil karena lemahnya
iman. Sedangkan berziarah kubur yang sampai memberlakukan kuburan
sebagai jenis yang diibadahi dan dimintai tolong itu jelas satu jenis
kemusyrikan. Maka apakah tidak pantas untuk dikhawatiri.
Syirik yang kecil (ashghar) pun sangat
ditekankan untuk dihindari, apalagi syirik besar (akbar). Maka perbuatan
yang menjurus kepada kemusyrikan wajib dihindari.
Demikian pula ziarah kubur yang menjurus
kepada kemusyrikan, wajib pula dihindari. Ketegasan Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam yang pernah melarang ziarah kubur itu kaitannya adalah
dengan dosa yang paling besar yakni syirik. Selama seseorang belum bisa
membersihkan dirinya dari kemusyrikan dalam hal ziarah kubur, maka
larangan berziarah kubur tetap berlaku pada orang itu. Dan dia baru
tidak dilarang bila memang sudah jelas ziarah kuburnya itu tanpa
tercampuri kemusyrikan sedikitpun.
(Hartono).
Sumber:
* Ajwibah al masaail atstsamaan fis
sunnah wal bid'ah walkufr wal iimaan, oleh Al-'allamah as-syaikh
Muhammad Sulthan Al-Ma'shumi.
* Penjelasan Kitab 3 Landasan Utama, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin.
* Kitab Tauhid oleh Syaikh Muhammad At Tamimi.
* Al-Jami' Al-Farid lil as-ilah wal ajwibah 'ala kitab at Tauhid, oleh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al Jarullah.
* Penjelasan Kitab 3 Landasan Utama, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin.
* Kitab Tauhid oleh Syaikh Muhammad At Tamimi.
* Al-Jami' Al-Farid lil as-ilah wal ajwibah 'ala kitab at Tauhid, oleh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al Jarullah.
0 komentar: