Oleh: Ust. Achmad Rofi’i, Lc.M.Mpd.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah سبحانه وتعالى,
Dalam pertemuan kali ini, kita mencoba
untuk memaparkan perkara yang termasuk penting bagi penyadaran ummat
ini, berkenaan dengan apa yang menjadi musuh Allah سبحانه وتعالى dan
Rasulullah صلى الله عليه وسلم; supaya kita bisa menjaga diri dan
berhati-hati, dan pada akhirnya adalah agar kita selamat. Karena kaum
Muslimin terkadang lalai (lengah), seperti mereka itu tidak merasakan
sesuatu, padahal bisa jadi mereka telah menjadi korban, yang dapat
membahayakan dirinya di dunia dan di Hari Akhir. Oleh karena itu,
hendaknya kita waspada. Satu sama lain saling mengingatkan dan saling
bergandeng-tangan menuju cinta dan ridha Allah سبحانه وتعالى.
Dengan demikian, judul bahasan kali ini adalah “Yahudi dan Percaturan Dunia”. Namun demikian, judul ini insya Allah tidak akan keluar dari koridor Syar’ie, dan bukanlah sekedar berupa wawasan saja.
Seperti halnya orang yang bermain catur,
maka dalam permainan itu ada maju, mundur, langkah ke samping kiri atau
ke samping kanan. Ada yang menjadi raja, ada yang menjadi tentara
(pion), ada yang menjadi benteng, ada perdana menteri-nya dan
seterusnya. Dan kenyataan yang ada di dunia ini adalah kita (kaum
Muslimin) dipermainkan antara lain oleh Yahudi. Kita mendengar berita
setiap hari, khususnya orang-orang Palestina dimana negara mereka
dicaplok oleh Zionis Israel. Dan dimana orang-orang Palestina setiap
saat, mulai dari bayi-bayi, remaja, laki-laki ataupun perempuan, dewasa
ataupun orang-orang lanjut usia, setiap hari mereka menjerit. Hanya saja
kita tidak mendengar. Bahkan darah mereka tertumpah semau Zionis
Israel. Itu terjadi setiap hari, dan setiap hari berjatuhan korban.
Saat ini kita mengatakan “Itu kan terjadi di sana (Palestina)”, tetapi wahai kaum Muslimin, tidak sedikit dari kalangan kita yang mengatakan bahwa “Bisa saja kejadian seperti mereka itu akan terjadi di negeri kita Indonesia; atau sedang dalam proses menuju ke negeri kita”. Mengapa kita tidak berwaspada?
Sudah disebutkan dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah (2) ayat 120 dan 217.
Bila kita pahami ayat-ayat tersebut, maka kita akan tahu berita dari
Allah سبحانه وتعالى kepada kita tentang perilaku Yahudi itu.
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Al Baqarah (2) ayat 120 berikut ini:
وَلَن تَرْضَى عَنكَ
الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ
هُدَى اللّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ
الَّذِي جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ
نَصِيرٍ
Artinya:
“Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya
jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu,
maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.”
Jadi yang menjadi target mereka adalah: Bagaimana
kita mengikuti (mengekor) mereka. Kalaupun kita tidak pindah ke agama
mereka, tetapi yang penting adalah agar kita mengikuti mereka.
Dalam ayat tersebut ada ancaman Allah سبحانه وتعالى, bahwa siapa yang
tetap mengikuti hawa nafsu mereka (Yahudi dan Nashrani), maka ia tidak
berhak mendapatkan perlindungan dan pertolongan dari Allah سبحانه
وتعالى.
Itulah berita dari Allah سبحانه وتعالى,
dan ayat tersebut sering diulang-ulang dalam Al Qur’an. Tetapi bukan
seringnya diulang, melainkan marilah kita aplikasikan apa bentuk
konkretnya dari kita mengerti dan memahami seringnya diulang ayat
tersebut. Bukan saja sekedar kuantitas, tetapi juga secara kualitas.
Kemudian perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Al Baqarah (2) ayat 217 berikut ini:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ
الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ
عَن سَبِيلِ اللّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ
أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِندَ اللّهِ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ
الْقَتْلِ وَلاَ يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىَ يَرُدُّوكُمْ عَن
دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُواْ وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ
فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلَـئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي
الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا
خَالِدُونَ
Artinya:
“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi
(manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk)
Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar
(dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka
tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan
kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup.
Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati
dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan
di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”
Itulah Yahudi dan Nashrani, mereka tidak
pernah akan berhenti sampai Hari Kiamat, selama hayat masih dikandung
badan, maka mereka tidak pernah berhenti memerangi kita ummat Islam. Dan
barang siapa yang murtad karena pengaruh mereka, maka gugurlah
amalannya di dunia dan di Hari Akhirat nanti, serta akan menjadi
penghuni neraka selamanya. Na’uudzu billaahi min dzaalik.
Hendaknya kita punya rasa takut dengan
ancaman Allah سبحانه وتعالى tersebut. Ayat itu memberikan pemahaman
kepada kita (ummat Islam) bahwa kita ini semestinya dan harusnya sadar
bahwa di sekeliling kita ini banyak tantangan. Jangan terlena, karena
target mereka (Yahudi dan Nashrani) itu adalah agar : Ummat Islam musnah atau menjadi kaafir !
Untuk istiqamah tidaklah mudah, maka
dipilihnya tema kajian ini adalah karena adanya 3 alasan yang menjadi
latar belakang, yakni:
1. Agar kita (Ummat Islam) berhati-hati dan waspada. Yang kewaspadaan itu telah disinyalir oleh Allah سبحانه وتعالى (seperti dalam surat Al Baqarah (2) ayat 120 di atas), berkenaan dengan Yahudi dan Nashrani.
2. Kita harus selalu ingat (sadar) bahwa mereka (Yahudi dan Nashrani) selalu mengintai kita. Sehingga membahas tentang masalah ini adalah merupakan upaya agar kita bisa istiqamah.
Di dalam do’a yang diriwayatkan oleh Imaam At Turmudzy dalam Sunan-nya
no: 2140 dan dishahihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari
Shahabat Anas bin Maalik رضي الله عنه, beliau berkata bahwa adalah
Rasulullah صلى الله عليه وسلم memperbanyak do’a berikut ini:
يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك
“Ya muqollibal quluub, tsabbit qolbi ‘alaa diinik”
(Wahai Yang membolak-balikkan hati, teguhkan dan tetapkanlah hatiku diatas dien-Mu),
Maka, cara agar kita teguh adalah dengan
selalu ingat, sadar dan waspada bahwa mereka (Yahudi dan Nashrani)
selalu mengintai kita.
3. Upaya mengetahui kejelekan (kejahatan) Yahudi ataupun Nashrani ini, adalah agar kita bisa menyikapinya.
Hendaknya kita mengambil pelajaran dari perkataan Shahabat Hudzaifah
Ibnul Yaman رضي الله عنه dalam suatu Hadits yang panjang, sebagaimana
diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhary no: 3606 berikut ini:
عن حُذَيْفَةَ بْنَ
الْيَمَانِ يَقُولُ كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ
الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا
كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ
فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ
بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ
وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ
وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ
نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا
قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ
مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا
تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ
الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ
وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ
تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى
ذَلِكَ
Artinya:
Dari Hudzaifah bin Al Yamaan رضي الله عنه berkata, “ Orang-orang bertanya pada Rasulullah صلى الله عليه وسلم tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang kejahatan, karena takut hal itu menimpaku.”
Maka aku katakan, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya dulu kita berada dalam kejahiliyahan
(kebodohan) dan kejahatan, lalu Allah datangkan pada kami kebaikan (–Islam –pent) ini, maka apakah setelah kebaikan ini akan datang kejahatan?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya.” Aku bertanya lagi, “Apakah setelah kejahatan itu akan muncul lagi kebaikan?” Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya. Tetapi di dalamnya terdapat noda.” Aku bertanya lagi, “Noda apakah itu?” Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Yaitu suatu kaum yang berpedoman bukan dengan pedomanku. Kamu tahu dari mereka dan kamu ingkari.”
Aku bertanya lagi, “Lalu apakah setelah kebaikan itu akan muncul lagi kejahatan?” Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya. Yaitu para da’i (penyeru) kepada pintu-pintu jahannam. Maka barangsiapa yang memenuhi panggilan mereka, niscaya mereka akan mencampakkannya pada jahannam itu.”
Aku bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, gambarkanlah kepada kami tentang mereka.”
Lalu beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Mereka adalah dari kalangan kita. Berkata dengan bahasa kita.”
Lalu beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Mereka adalah dari kalangan kita. Berkata dengan bahasa kita.”
Aku bertanya, “Apa yang kau perintahkan padaku, jika hal itu menimpaku?” Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Berpegang teguhlah dengan jama’ah muslimin, dan Imaam mereka (– kelompok yang berpegang teguh dengan Al Haq – pent).”
Aku bertanya, “Jika mereka tidak punya jama’ah dan tidak punya Imaam?” Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Maka
tinggalkan semua golongan itu, walaupun kamu harus menggigit akar pohon
sampai kamu mati, sedangkan kamu berada dalam keadaan demikian.”
Oleh karena itu, upaya kita mempelajari
tentang kejahatan Yahudi ataupun Nashrani, dimana mereka itu berperan
dalam percaturan dunia di zaman sekarang ini adalah agar kita
berhati-hati. Jangan-jangan bidikan mereka itu ditujukan kepada kaum
Muslimin, antara lain kita kaum Muslimin di Indonesia ini. Jangan sampai
kita lengah dan menjadi sasaran mereka.
Sebagai Muqaddimah, dengan ini disampaikan bahwa:
1. Pemilihan itu adalah Hak Allah سبحانه وتعالى.
Siapa yang dipilih menjadi Rasul atau
tidak menjadi Rasul, itu adalah Hak Allah سبحانه وتعالى. Kenapa Muhammad
صلى الله عليه وسلم yang dipilih menjadi Rasul terakhir, dan bukan dari
kalangan Bani Isra'il, itu adalah Hak Prerogatif Allah سبحانه وتعالى. Bukan kehendak manusia dan bukan hak manusia !
Sementara itu, Yahudi sangatlah dengki (iri) terhadap hal ini, sehingga bahkan di Internet ada program Anti Arabisasi.
Padahal semua orang tahu bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah orang Arab (suku Quraisy)
dan Al Qur’an adalah berbahasa Arab. Demikian pula, penjelasan tentang
Al Qur’an dan As Sunnah pun adalah dengan berbahasa Arab.
Sehingga ketika dikatakan “Arab”, maka yang dimaksud adalah Islam. Dan program Anti Arabisasi itu yang dimaksud adalah program Anti Islam.
Oleh karena itu, hendaknya kita mulai sadar akan hal ini, jangan mudah
termakan oleh propaganda musuh-musuh Allah سبحانه وتعالى.
Dalil bahwa Pemilihan Rasul itu adalah Hak Allah سبحانه وتعالى, adalah sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al Hajj (22) ayat 75 :
اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلَائِكَةِ رُسُلاً وَمِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
Artinya:
“Allah memilih utusan-utusan (Nya) dari malaikat dan dari manusia; sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Jadi, Rasul adalah dipilih oleh Allah
سبحانه وتعالى. Lalu kita mengetahui tentang adanya Malaikat Jibril,
Mikail, Israfil, Malakul-maut, Munkar-Nakir; maka itu semua adalah Allah
سبحانه وتعالى yang memilihnya. Kita tidak boleh membantah.
Selanjutnya dari kalangan manusia, maka
Allah سبحانه وتعالى itu memilih Nabi Adam عليه السلام untuk menjadi
manusia yang pertama. Lalu nabi-nabi dan Rasul dipilih dari kalangan
Bani Isra'il ataupun dari kalangan Arab; maka itu semua adalah karena
Allah سبحانه وتعالى yang memilihnya.
Tentang ayat tersebut di atas (Surat Al Hajj (22) ayat 75), maka para ‘Ulama Ahlus Sunnah menjelaskannya sebagai berikut:
Imaam Ibnu Katsiir رحمه الله mengatakan bahwa : “Allah سبحانه وتعالى memberitahukan bahwa Allah سبحانه وتعالى memilih dari kalangan malaikat, utusan-utusan, sesuai dengan apa yang Allah سبحانه وتعالى kehendaki. Dan kehendak itu adalah sesuai dengan kekuasaan Allah سبحانه وتعالى. Juga dari kalangan manusia, maka Allah سبحانه وتعالى memilih untuk menyampaikan risalah-Nya.
‘Sesungguhnya Allah سبحانه وتعالى Maha Mendengar dan Maha Melihat’, maksudnya adalah bahwa Allah سبحانه وتعالى itu
Maha Mendengar atas perkataan hamba-Nya. Maha Melihat terhadap mereka,
dan Maha Mengetahui siapa yang berhak untuk dipilih-Nya dari kalangan
mereka. Dan Allah سبحانه وتعالى Maha Mengetahui siapa yang berhak menjadi Rasul atau pemegang risalah, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al An‘aam (6) ayat 124.”
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Al An’aam (6) ayat 124 tersebut:
وَإِذَا جَاءتْهُمْ
آيَةٌ قَالُواْ لَن نُّؤْمِنَ حَتَّى نُؤْتَى مِثْلَ مَا أُوتِيَ رُسُلُ
اللّهِ اللّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ سَيُصِيبُ الَّذِينَ
أَجْرَمُواْ صَغَارٌ عِندَ اللّهِ وَعَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا كَانُواْ
يَمْكُرُونَ
Artinya:
“Apabila datang sesuatu ayat
kepada mereka, mereka berkata: “Kami tidak akan beriman sehingga
diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada
utusan-utusan Allah“. Allah lebih mengetahui dimana Dia menempatkan tugas keRasulan.
Orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan
siksa yang keras disebabkan mereka selalu membuat tipu daya.”
Kemudian, Al Imaam Al Baghowy رحمه الله mengatakan bahwa: “Allah سبحانه وتعالى memilih utusan-utusan-Nya dari Malaikat. Dan dari kalangan manusia, Allah سبحانه وتعالى memilih para Nabi dan Rasul, misalnya: Nabi Ibrahim عليه السلام, Nabi Musa عليه السلام, Nabi ‘Isa عليه السلام dan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan para nabi lainnya, yang Allah سبحانه وتعالى turunkan kepada mereka; dan itu adalah ditengah-tengah orang-orang musyrikin. Maka Allah سبحانه وتعالى memberitahukan bahwa pemilihan itu adalah atas kehendak-Nya terhadap makhluk-Nya. Dan Allah سبحانه وتعالى Maha Mendengar perkataan mereka dan Mengetahui apa yang Allah سبحانه وتعالى pilih dari Rasul-Nya.”
Syaikh ‘Abdurrohmaan As Sa’di رحمه الله mengatakan bahwa: “Ketika Allah سبحانه وتعالى menjelaskan kesempurnaan-Nya dan lemahnya berhala, dan bahwa yang berhak diibadahi hanyalah Allah سبحانه وتعالى; maka berikutnya Allah سبحانه وتعالى menjelaskan
keadaan Rasul dan perbedaan para Rasul itu dengan makhluk lainnya. Yang
membedakan mereka para Rasul itu adalah keutamaan mereka.
Allah سبحانه وتعالى memilih
diantara Malaikat dan manusia sebagai utusan-utusan, agar mereka
menjadi yang terbersih diantara manusia dan diantara malaikat. Termasuk
bahwa mereka itu adalah yang mengandung sifat-sifat yang sangat terpuji
dan berhak untuk dijadikan pilihan Allah سبحانه وتعالى. Maka para Rasul itu tidak bisa menjadi Rasul, kecuali karena mereka itu menjadi makhluk pilihan Allah سبحانه وتعالى secara mutlak.”
Dalam Surat Al Qashash (28) ayat 68, Allah سبحانه وتعالى berfirman:
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
Artinya:
“Dan Robb-mu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka*. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia).”
*] Bila Allah سبحانه وتعالى telah
menentukan sesuatu, maka manusia tidak dapat memilih yang lain lagi dan
harus mentaati dan menerima apa yang telah ditetapkan oleh Allah سبحانه
وتعالى.
Selanjutnya, nanti akan kita lihat bahwa
mereka (Yahudi) itu, bukan saja mengatur manusia, tetapi bahkan para
Nabi dan Rasul-pun hendak mereka atur. Bahkan Allah سبحانه وتعالى pun
hendak diperintah oleh mereka. Maka ummat yang congkak adalah Yahudi, sebagaimana hal ini telah diberitakan oleh Allah سبحانه وتعالى, yang dalil-dalilnya insya Allah akan kita bahas berikutnya.
Syaikh ‘Abdurrohmaan As Sa’di رحمه الله mengatakan bahwa : “Merupakan kehendak Allah سبحانه وتعالى lah misalnya bahwa Allah سبحانه وتعالى memilih
makhluk-Nya di darat. Kenapa si Fulan dipilih atau tidak dipilih.
Perkara tertentu, waktu dan tempat tertentu; semuanya itu adalah Hak
Prerogatif Allah سبحانه وتعالى.”
Dalam kajian kita tahun yang lalu,
pernah kita bahas sedikit tentang Yahudi dan bagaimana menyikapinya.
Namun kali ini, coba kita pertajam bahasan kita, termasuk antara lain
yang hendaknya kita sadari adalah bahwa Handphone (HP) kita bisa menjadi
“panah” (sarana) bagi kaum Yahudi untuk menjauhkan kaum Muslimin dari Allah سبحانه وتعالى. Bahkan permainan anak-anak kita yang “kecanduan”
dengan teknologi – dan hampir kita semua yang punya anak bisa merasakan
hal ini – maka hendaknya kita waspada. Bayangkan saja, hampir semua
anak sekarang punya HP. Bila seorang anak diberi HP yang sedikit
canggih, maka anak itu akan bisa chatting, SMS, atau internet-an atau facebook-an kemana-mana; dimana hal tersebut merupakan sarana yang sangat empuk untuk berma’shiyat pada Allah سبحانه وتعالى, sementara basic (modal) aqidah dan dien anak-anak itu sangat-sangat lemah. Lalu menghadapi sekian banyak tantangan (ma’shiyat zina, musik dsbnya), maka jangankan si anak, bahkan orangtuanya pun ikut terjerumus. Na’uudzu billaahi min dzaalik.
2. Pokok-Pokok Kerusakan Bersumber dari Yahudi
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Al Baqarah (2) ayat 109 ini:
وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ
أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّاراً
حَسَداً مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ
فَاعْفُواْ وَاصْفَحُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللّهَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya:
“Sebahagian besar Ahli Kitab
menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran
setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka
sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma`afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya*. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
*] Maksudnya: Izin dari Allah سبحانه وتعالى untuk memerangi dan mengusir orang Yahudi
Jadi, kebanyakan Ahli Kitab (Yahudi dan
Nashrani) sangat senang (suka) seandainya hari ini atau besok atau lusa
mereka dapat memurtadkan kaum Muslimin, setelah kaum Muslimin itu
beriman maka kembali menjadi kafir.
Mengapa? Hal ini adalah karena kedengkian dan rasa iri dalam jiwa mereka (Yahudi dan Nashrani) setelah jelas pada mereka itu “Kebenaran”. Yang dimaksud “Kebenaran” disini adalah diutusnya Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Padahal tentang hal ini telah ada dalam Kitab Taurat dan Injil mereka. Jadi tentang Al Islam telah diberitakan dalam Kitab Taurat dan Injil.
Mereka, Yahudi dan Nashrani sangat
mengenal Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, seolah-olah seperti mereka
mengenal anak mereka sendiri. Hal ini telah diberitakan oleh Allah
سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an, yakni dalam QS. Al Baqarah (2) ayat 146 berikut ini:
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ
الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءهُمْ وَإِنَّ
فَرِيقاً مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Artinya:
“Orang-orang (Yahudi dan
Nashrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal
Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya
sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka
mengetahui.”
Jadi mereka (Yahudi dan Nashrani) itu
sangat tahu siapa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan apa itu Islam.
Tetapi ternyata setelah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم muncul, mereka
malah tidak mau meyakininya.
Pertama, karena hati mereka (Yahudi dan Nashrani) diliputi oleh rasa iri dan dengki. Atas rasa iri dan dengki itu mereka lalu menyatakan : “Mengapa Nabi Muhammad berasal dari orang Arab? Mengapa tidak dari kalangan Bani Isra'il?”
“Bukankah selama ini yang menjadi Nabi selalu berasal dari kalangan Bani Isra'il?”
Hal itulah yang menyebabkan mereka hasad (dengki dan iri).
Oleh karena itu, hendaknya kita kaum Muslimin jangan sampai punya jiwa hasad (dengki), karena hasad adalah penyakit orang Yahudi.
Kedua, karena mereka (Yahudi) mengikuti hawa nafsu. Banyaknya kerusakan di muka bumi ini adalah karena mereka mengikuti hawa nafsu.
Seperti disebutkan dalam QS. Al Baqarah (2) ayat 120 diatas: “Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan (hawa nafsu) mereka.”, berarti mereka (Yahudi) tidak berpegang teguh pada Taurat, tetapi pada hawa nafsunya. Sebab
jikalau mereka berpegang teguh pada Wahyu (Kitab Taurat), maka mereka
adalah sama dengan kita (kaum Muslimin) karena sesungguhnya adalah
bersaudara; yaitu pada masa Nabi ‘Isa عليه السلام mereka (Yahudi)
semestinya menjadi Nashrani dan lalu pada masa Nabi Muhammad صلى الله
عليه وسلم, mereka seharusnya menjadi Islam. Kalau memang mereka itu mau
mengikuti kebenaran.
Tetapi karena mereka (Yahudi) mengikuti
hawa nafsu, maka kedengkianlah yang terjadi. Juga pembangkangan dan
permusuhan pun terjadi. Pada akhirnya darah pun tertumpah dimana-mana
akibat hal tersebut.
Ketiga, karena Tahriif. Orang Yahudi dan Nashrani suka men-Tahriif, yaitu mengubah, menganulir ayat-ayat dari Kitab mereka yakni Taurat dan Injil, agar sesuai dengan selera dan hawa nafsu mereka.
Hal ini adalah sebagaimana disebutkan didalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 46, dimana Allah سبحانه وتعالى berfirman:
مِّنَ الَّذِينَ
هَادُواْ يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِ وَيَقُولُونَ سَمِعْنَا
وَعَصَيْنَا وَاسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ وَرَاعِنَا لَيّاً بِأَلْسِنَتِهِمْ
وَطَعْناً فِي الدِّينِ وَلَوْ أَنَّهُمْ قَالُواْ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا
وَاسْمَعْ وَانظُرْنَا لَكَانَ خَيْراً لَّهُمْ وَأَقْوَمَ وَلَكِن
لَّعَنَهُمُ اللّهُ بِكُفْرِهِمْ فَلاَ يُؤْمِنُونَ إِلاَّ قَلِيلاً
Artinya:
“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka merubah perkataan dari tempat-tempatnya*. Mereka berkata: “Kami mendengar”, tetapi kami tidak mau menurutinya**. Dan
(mereka mengatakan pula): “Dengarlah” sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa***. Dan (mereka mengatakan): “Raa`ina”****, dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama.
Sekiranya mereka mengatakan: “Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah,
dan perhatikanlah kami”, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih
tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka.
Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis.”
*] Maksudnya: Mengubah arti kata-kata, tempat ataupun menambah dan mengurangi.
**] Maksudnya: Mereka mengatakan “Kami mendengar”, tetapi sesungguhnya hati mereka mengatakan “Kami tidak mau menuruti.”
***] Maksudnya: Mereka mengatakan “Dengarlah”, tetapi sesungguhnya hati mereka mengatakan “Mudah-mudahan kamu tidak dapat mendengarkan (tuli).”
****] “Raa’ina” berarti: “Sudilah kiranya kamu memperhatikan kami”.
Dikala para Shahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم menghadapkan kata
ini kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم, maka orang Yahudi pun memakai
kata ini dengan digumamkan seakan-akan menyebut kata “Raa’ina”, padahal yang mereka katakan saat itu adalah “Ru’uunah” yang berarti “Kebodohan yang sangat”,
sebagai ejekan kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Itulah sebabnya
Allah سبحانه وتعالى menyuruh supaya Shahabat-Shahabat Rasulullah صلى
الله عليه وسلم menukar perkataan “Raa’ina” dengan “Unzhurna” yang artinya adalah sama dengan “Raa’ina” tersebut.
Jadi, firman Allah سبحانه وتعالى ditukar-tukar oleh Yahudi. Sebagai contohnya, terdapat dalam Kitab Perjanjian Lama (Taurat),
bahwa Nabi Ya’qub عليه السلام menurut mereka (Yahudi) adalah tukang
tipu (penipu), karena berusaha merebut warisan dari Nabi Ishaq عليه
السلام, dan seterusnya. Bayangkan, Nabi Ya’qub عليه السلام, hamba Allah
سبحانه وتعالى yang shalih dituduh dengan cara yang keji seperti itu oleh Yahudi.
Belum lagi tuduhan yang keji dari Yahudi terhadap para Nabi, hamba Allah سبحانه وتعالى yang shalih, seperti Nabi Musa عليه السلام dan Nabi Sulaiman عليه السلام, yang disebutkan oleh mereka (Yahudi) sebagai tukang sihir.
Itulah yang disebut men-Tahriif (mengubah, mengganti dan menukar). Apa yang benar menjadi tidak benar dan menjadi rusak.
Selanjutnya, Syaikh ‘Abdurrohmaan As Sa’di رحمه الله mengatakan: “Siapakah Yahudi itu? Yahudi adalah para ‘Ulama yang sesat dari kalangan mereka; dimana mereka itu bisa mengubah lafadz ayat Kitabnya dan mengubah maknanya, atau bahkan mengubah kedua-duanya.”
Hal ini dikarenakan mereka (Yahudi) adalah tukang makar (tukang tipu), sebagaimana firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Aali ‘Imran (3) ayat 54:
وَمَكَرُواْ وَمَكَرَ اللّهُ وَاللّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
Artinya:
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.”
Haruslah dipahami bahwa makar Allah
سبحانه وتعالى itu bukan berarti bahwa Allah سبحانه وتعالى itu jahat.
Tetapi untuk menghadapi suatu kejahatan, maka Allah سبحانه وتعالى itu
Maha Mampu dan Maha Bisa mengalahkan kejahatan tersebut. Dan itu justru
menunjukkan keperkasaan Allah سبحانه وتعالى. Jadi walaupun orang-orang
kafir (Yahudi maupun Nashrani) bermakar (menipu) untuk memalingkan
manusia dari Kebenaran, namun Allah سبحانه وتعالى Maha Perkasa untuk
mengatasi makar-makar mereka.
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. At Taubah (9) ayat 32:
يُرِيدُونَ أَن يُطْفِؤُواْ نُورَ اللّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللّهُ إِلاَّ أَن يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Artinya:
“Mereka berkehendak
memadamkan cahaya (dien) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan
Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun
orang-orang yang kafir tidak menyukai.”
Sesudah Rasulullah صلى الله عليه وسلم
meninggal, maka yang tertinggal adalah Islam-nya. Dan supaya Islam
menjadi padam, maka yang dirusak oleh mereka (Yahudi maupun Nashrani)
adalah para pengikut Islamnya (yakni ummat Islam). Karena yang membawa
mata rantai Islam sampai hari Kiamat adalah ummat Islam. Oleh karena
itu, mereka (Yahudi maupun Nashrani) selalu berusaha menghancurkan ummat
Islam, sehingga dengan demikian akan musnahlah Islamnya.
QS. At Taubah (9) ayat 32 tersebut
merupakan strategi dari musuh-musuh Allah سبحانه وتعالى yang sudah
diberitakan dan diaba-abakan oleh Allah سبحانه وتعالى, yakni upaya
mereka (Yahudi maupun Nashrani) untuk menjauhkan kaum Muslimin dari
Islam. Buatlah orang Islam membenci Islam; maka dengan demikian Cahaya
Allah سبحانه وتعالى akan padam. Maka hendaknya kita kaum Muslimin
waspada.
Keempat, mereka (Yahudi) adalah sumber kerusakan, karena memang sudah diberitakan oleh Allah سبحانه وتعالى bahwa mereka itu perusak.
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Al Israa’ (17) ayat 4 :
وَقَضَيْنَا إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي الأَرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوّاً كَبِيراً
Artinya:
“Dan telah Kami tetapkan
terhadap Bani Isroil dalam kitab itu: ‘Sesungguhnya kamu akan membuat
kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan
diri dengan kesombongan yang besar’.”
Syaikh ‘Abdurrohmaan As Sa’di رحمه الله menjelaskan tentang ayat diatas bahwa : “Allah سبحانه وتعالى sudah memberitahukan kepada mereka dalam Kitab mereka, bahwa pasti terjadi dari mereka
(Yahudi) itu melakukan kerusakan dua kali, yakni dengan ma’shiyat dan
dengan kesombongan. Yaitu sombong terhadap nikmat Allah سبحانه وتعالى, dengan mereka merasa sebagai makhluk paling tinggi di muka bumi ini.”
Demikianlah, jadi Allah سبحانه وتعالى
telah memberitahu kepada kita kaum Muslimin bahwa orang-orang Yahudi itu
akan membuat kerusakan di muka bumi. Maka wahai kaum Muslimin,
janganlah kalian lengah dan lalai terhadap hal ini dan jangan mudah
termakan oleh propaganda musuh-musuh Allah سبحانه وتعالى.
Dewasa ini, telah terdapat data-data bahwa
Yahudi memprediksikan tahun 2012 ini akan terjadi huru-hara. Mereka
telah memiliki rencana (skenario) bahwa manusia akan dimusnahkan, dan
tinggallah mereka saja yang ada di muka bumi ini. Sehingga dari penduduk
bumi yang kira-kira berjumlah 6-7 milyar orang, akan tersisa sekitar
500 juta orang saja dari kalangan mereka (sebagaimana hal ini tertera
dalam Monumen Georgia Stone).
Monumen Georgia Stone tersebut berisi 10 aturan dalam “New World Order”. Dalam baris pertama yakni: “1. Maintain humanity under 500,000,000 in perpetual balance with nature.” yang artinya 93% ras manusia harus dimusnahkan !
Bahkan mereka (orang-orang
Yahudi itu) telah mempersiapkan bangunan kokoh sebagai tempat
persembunyian mereka di bawah tanah untuk bertahan selama 60 bulan
(sekitar 5 tahun) persediaan makanan, pada saat huru-hara tersebut
terjadi.
Kalau misalnya saja sampai hal itu
terjadi, maka itulah bukti bahwa Allah سبحانه وتعالى Maha Benar yang
telah memperingatkan kita kaum Muslimin, bahwa pekerjaan Yahudi itu
adalah merusak diatas muka bumi. Hanya saja kebanyakan kita kaum
Muslimin tidak (belum) sadar, serta tidak waspada. Oleh karena itu
segeralah kita bertaubat kepada Allah سبحانه وتعالى, karena tidak
bersegera untuk istiqamah (lurus) di jalan Allah سبحانه وتعالى.
Padahal kalau terjadi pembangkangan, terjadi kemunkaran, semestinya
kita kaum Muslimin harus tetap istiqamah di jalan Allah سبحانه وتعالى, sehingga mudah-mudahan kelak kita mati dalam keadaan yang husnul khootimah.
Orang-orang Yahudi itu juga sedemikian
radikalnya, sehingga nabi-nabi mereka sendiri pun, mereka bunuh.
Bayangkan, nabi-nabi mereka bunuhi. Banyak ayat-ayat Al Qur’an yang
memberitakan tentang pembunuhan para Nabi oleh orang-orang Yahudi,
antara lain adalah sebagaimana firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Al Baqarah (2) ayat 61:
وَإِذْ قُلْتُمْ يَا
مُوسَى لَن نَّصْبِرَ عَلَىَ طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ
يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنبِتُ الأَرْضُ مِن بَقْلِهَا وَقِثَّآئِهَا
وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ
أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ اهْبِطُواْ مِصْراً فَإِنَّ لَكُم مَّا
سَأَلْتُمْ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَآؤُوْاْ
بِغَضَبٍ مِّنَ اللَّهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُواْ يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ
اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ذَلِكَ بِمَا
عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعْتَدُونَ
Artinya:
“Dan (ingatlah), ketika kamu
berkata: “Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam
makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Robb-mu, agar Dia
mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu:
sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya dan bawang
merahnya”. Musa berkata: “Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah
sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti
kamu memperoleh apa yang kamu minta”. Lalu ditimpakanlah kepada
mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah.
Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan
membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi)
karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.”
Terlihat dengan jelas bagaimana perilaku
orang-orang Yahudi tersebut terhadap Nabi mereka. Mereka (Yahudi)
bahkan berani-beraninya “menyuruh” Nabi Musa عليه السلام. Padahal
seharusnyalah kalau mereka itu orang yang beradab, tentunya tidaklah
layak menyuruh kepada Nabi-nya; tetapi seharusnyalah mereka mengatakan: “Mari kita bersama-sama memohon kepada Allah سبحانه وتعالى”, dan seterusnya. Jadi bukan dengan menyuruh kepada Nabi Musa عليه السلام, sebagaimana yang mereka lakukan.
Dalam ayat tersebut diberitakan bahwa
mereka (Yahudi) itu dijadikan nista dan hina oleh Allah سبحانه وتعالى,
serta kemurkaan Allah سبحانه وتعالى tertimpa atas mereka; itu adalah
karena mereka (Yahudi) kafir, selalu mengingkari ayat-ayat Allah سبحانه
وتعالى, dan membunuh nabi-nabi mereka, serta berma’shiyat yang melampaui
batas.
Selanjutnya dalam kesempatan lain, insya Allah akan kami sampaikan tentang perkara Kitab Talmud, yakni kitab yang mereka bikin atau karang sendiri, yang isinya sangatlah keji. Sejak tahun 1965 Kitab Talmud yang terdiri tidak kurang dari 24 jilid
tersebut diterjemahkan dan barulah selesai penterjemahannya kedalam
bahasa Ibrani, bahasa Inggris, lalu kedalam bahasa Indonesia beberapa
tahun terakhir ini.
Maka perlu kaum Muslimin sadari, bahwa
apabila tabiat Yahudi adalah seperti yang Allah سبحانه وتعالى beritakan,
dan kalau Kitab karangan mereka sudah tersebar ke seluruh penjuru
dunia, maka tentu “virus” kerusakannya pun juga akan menyebar. Dan itu akan menjadi bahaya bagi kita kaum Muslimin.
Dengan demikian, sudah semestinya kita
kaum Muslimin memiliki sikap, sekalipun huru-hara yang mereka rencanakan
itu belum terjadi, namun seharusnya kita sudah mulai berfikir. Karena
orang-orang Yahudi secara rahasia, sejak abad ke-18 (tahun 1700-an),
sudah menjalankan rapat-rapat rahasia yang dihadiri oleh berbagai
negara, dimana mereka bersepakat untuk menghancurkan dunia. Maka
hendaknya kita harus waspada, karena bisa saja kita menjadi korbannya,
tanpa kita sadari.
Sekian bahasan kita kali ini sebagai Muqoddimah, mudah-mudahan pada kesempatan yang akan datang, insya Allah
akan kita bahas tentang Silsilah dari mulai Nabi Ibrohim عليه السلام
sampai kepada Nabi Sulaiman عليه السلام dan Nabi Daawud عليه السلام.
Karena sejak dari situlah ternyata Yahudi ber-makar dengan berbagai
caranya di dunia ini.
TANYA JAWAB
Pertanyaan:
Sebagai saran saja, bahwa dari analisa
sosial yang ada dalam masyarakat Islam sekarang di Indonesia, maka
ketidak pedulian atau sangat sedikitnya kewaspadaan mereka kaum Muslimin
terhadap ancaman Yahudi seperti disebutkan diatas, barangkali
disebabkan antara lain :
1. Pemahaman atas surat Al Faatihah (1) ayat 7, terutama kalimat Maghdhuubi (المَغضُوبِ) dan Adh Dhoolin (الضَّالِّينَ) adalah kurang dipahami oleh kaum Muslimin, terutama di Indonesia.
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ
Artinya:
“(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni`mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
2. Sejarah keberagamaan sejak Nabi Adam عليه السلام sampai sekarang tidak tuntas disampaikan.
3. Maka bila pada pertemuan yang akan datang, insya Allah
akan dipaparkan bagaimana kondisi beragama dari zaman Nabi Ibrahim عليه
السلام sampai periode Nabi Musa عليه السلام, lalu sampai kepada periode
Nabi ‘Isa عليه السلام, dan pada akhirnya sampai kepada periode Nabi
Muhammad صلى الله عليه وسلم; maka kami akan sangat berterima kasih.
4. Dan juga pasca periode Nabi Muhammad
صلى الله عليه وسلم, kita hanya mempelajari Islam sejak periode Nabi
Muhammad صلى الله عليه وسلم sampai sekarang saja. Sementara, bagaimana
perkembangan Yahudi, bagaimana peran Samiri, bagaimana pengubahan Kitab
Taurat menjadi beberapa kitab di kalangan Yahudi maka hal itu tidak
pernah kita pelajari atau tidak pernah disampaikan oleh para Ustadz.
5. Rupanya ada semacam ke-tabu-an di
kalangan para penceramah (Ustadz) untuk menyampaikan ke-Tauhid-an Nabi
Musa عليه السلام, Nabi Daawud عليه السلام, Nabi Sulaiman عليه السلام
serta Nabi ‘Isa عليه السلام; yang sampai sekarang masih tersurat di
Kitab Injil.
Itulah kiranya yang perlu kita dalami,
dan kami sangat berharap, karena hal tersebut sangatlah mendasar,
sehingga kita kaum Muslimin menjadi tahu (paham) bahwa apa yang
dijelaskan diatas, ketika ada Konsili terakhir Yahudi di tahun 1935, Samuel Pieter salah seorang dedengkot Yahudi dari Jerman mengatakan: “Orang Islam itu tidak perlu sampai di-murtadkan, cukup mereka itu dijauhkan dari agamanya (Islam) maka itu sudah bagus.”
Perlu juga dibuat label-label, dan
kemungkinan kalau kita bicarakan hal ini, maka akan terjadi kontra
diantara ummat Islam sendiri, dimana kalau kita mau jujur, maka ternyata
banyak sekali dana-dana Yahudi yang disalurkan kepada organisasi Islam
di Indonesia. Ini kita harus berhati-hati. Dan kita harus berani
mengatakan bahwa Lembaga A, organisasi B adalah antek-antek Yahudi.
Pemusik ini, penyanyi itu, mereka itu adalah pecinta Yahudi dan
seterusnya. Hal itu perlu disampaikan kepada ummat Islam di Indonesia.
Jawaban:
Terimakasih, usulan dan komentar
tersebut bisa dijadikan masukan bagi kami untuk bahasan yang akan
datang. Memang benar, kita ummat Islam di Indonesia dalam mengkaji
dienul Islam sangatlah terbatas. Sejak kecil kita belajar dienul Islam
sepekan paling lama 2 jam. Kalau seorang anak tidak disekolahkan di
Pesantren atau Madrasah; maka paling hanya sekitar 2 jam saja ia itu
belajar Islam dalam sepekannya. Artinya, porsi untuk mendasari seseorang
dengan dienul Islam, sangatlah kurang di Indonesia ini. Maka sejak
dahulu di masyarakat kita, yang diketahuinya itu hanyalah perkara
shalat, shaum, zakat, haji (– itupun juga belum maksimal sesuai tuntunan Rasulullah
صلى الله عليه وسلم –), sesudah itu maka selesai. Sehingga berbagai
perkara seperti hukum Rajam, hukum potong tangan, hukum kepemerintahan
didalam Islam, dan berbagai hukum lainnya itu sangat jarang bahkan
hampir-hampir tidak pernah dibahas oleh kaum Muslimin di negara kita.
Hal ini adalah karena porsi belajar Islam bagi kita kaum Muslimin di
Indonesia itu sangatlah kurang (minim). Sehingga pada hakekatnya, ummat
Islam di Indonesia ini seperti “kurang gizi” dalam perkara dien (agama).
Pertanyaan:
Menurut informasi agama, katanya Nabi
Daawud عليه السلام beristrikan 99 orang. Sementara Nabi Sulaiman عليه
السلام beristrikan tidak kurang dari 350 orang. Kalau itu benar, apakah
ketika zaman itu terlalu banyak wanitanya ataukah kurangnya kaum
laki-laki?
Jawaban:
1. Nabi dan Rasul adalah ma’shum, terjaga dari salah dan dosa.
2. Allah سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 48:
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا …
Artinya:
“Bahwa Allah jadikan setiap kaum itu ada syari’at, dan jalan masing-masing.”
Maksudnya adalah masing-masing kaum (di masa masing-masing Nabi) syari’atnya adalah berbeda-beda. Tetapi Aqidahnya adalah sama, yakni hanya menyembah Allah سبحانه وتعالى. Laa Ilaaha IlAllah. Tetapi Fiqihnya berbeda-beda.
Kalau Nabi Daawud عليه السلام dan Nabi Sulaiman عليه السلام beristri
(menikah) dengan sekian banyak wanita, maka itu adalah karena Syari’at
yang berlaku di zaman ketika itu membenarkan atau membolehkan hal itu
terjadi.
Sebagai contoh lain, misalnya pada zaman
Bani Israil, kalau mereka ingin bertaubat kepada Allah سبحانه وتعالى
maka mereka harus membunuh dirinya sendiri (bunuh diri). Sementara di
zaman Islam, bila kita berbuat dosa (kesalahan), lalu ingin bertaubat
maka tidak harus bunuh diri, cukup dengan bertaubat (memohon ampun)
kepada Allah سبحانه وتعالى dan menyesali perbuatan yang telah dilakukan
serta tidak mengulangi perbuatan itu lagi, dan seterusnya. Hal ini
menunjukkan bahwa Allah سبحانه وتعالى sangatlah sayang kepada kita ummat
Islam.
Pertanyaan:
Bila seseorang Muslim (mengaku Muslim)
tetapi ia berperilaku seperti milat Yahudi atau Nashrani, apakah itu
sudah bisa dianggap murtad, keluar dari Islam?
Jawaban:
Bisa jadi karena tabi’at seseorang itu munafiq, atau bisa jadi karena seseorang itu Jaahil (bodoh), yaitu ia mengaku Islam tetapi loyalnya kepada orang kafir. Tetapi kalau ia tidak Jaahil, tentunya tidak akan terjadi demikian.
Allah سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. An Nisaa’(4) ayat 138-139:
بَشِّرِ
الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا - الَّذِينَ
يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ..
Artinya:
“Beritahukanlah kepada orang
munafiq bahwa mereka berhak mendapatkan adzab (siksa) yang pedih. Yaitu
orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai wali-wali mereka
selain orang-orang yang beriman…”
Maka kalau ia mengerti atau beriman kepada Allah سبحانه وتعالى, bahwa orang yang ber-wala’
(loyal) kepada orang kaafir adalah munafiq (nifaq besar), yang berarti
ia telah murtad, keluar dari Al Islam; maka tentu ia tidak akan
melakukan yang seperti itu. Orang munafiq yang demikian itu karena ia
berada di tengah-tengah kaum Muslimin, tetapi hatinya bersama
orang-orang kafir. Dan sebetulnya ia pun dengan seperti itu menjadi
kafir.
Oleh karenanya, hendaknya kita tahu indikator atau parameter kapan seseorang itu murtad, kapan seseorang itu mu’min (beriman), kapan seseorang itu Muslim, Munafiq atau Kafir, dan sebagainya.
Melalui ta’lim, melalui mengaji Al Qur’an dan Sunnah, maka kita menjadi tahu indikator dan parameter yang dimaksud, insya Allah.
Betapa pun mengkafirkan seorang
yang sudah Muslim, maka itu adalah perlu kehati-hatian dan perlu tahapan
serta tidak boleh sembarangan.
Mudah-mudahan Allah سبحانه وتعالى selalu menunjukkan kepada kita jalan yang lurus, istiqamah diatasnya,
serta semoga kita diberi kemudahan untuk menjalankan Syari’at Allah
سبحانه وتعالى ini, dan semoga Allah سبحانه وتعالى jadikan kita sebagai
penyeru kepada dien yang lurus ini.
Alhamdulillah, kiranya cukup sekian dulu bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
0 komentar: