::
Start
sumber informasi dan persahabatan

Navbar3

Search This Blog

Jumat, 07 September 2012

Tinjauan Dalil Tentang Pertentangan Jihad yang Paling Tinggi adalah Melawan Hawa Nafsu

Saudaraku semua! Meskipun telah begitu nyata keterangan tentang arti jihad. Baik itu dalam keterangan Al-Quran, hadits, ataupun perkataan para shabat dan ulama. Namun masih tetap ada saja yang mempermaslahkannya. Ada yang hendak mengotak-ngatik sesuatu yang telah menajdi ketetapan Allah itu.
Mereka hendak memalingakan perhatian umat Islam dari pemahaman yang benar. Merak coba menggelintirkan makna jihad menurut hawa nafsu mereka. Mereka mengatakan bahwa mengartikan jihad itu perang adalah sesuatu yang salah dan sesat. Dan yang benar adalah apa-apa yang menjadi pendapat dari mereka. Wallahu ‘alam apa maksud mereka-mereka ini berbuat demikan. Tapi yang pasti nyata bagi saya, mereka hendak memadamkan cahaya Allah.
Untuk itu saya merasa perlu mengangkat permasalahan tersebut dalam bab ini. Agar bisa menjadi benteng bagi kita semua dari pemahaman yang salah dan menyesatkan kita dari jalan Allah.
Dan hujjah (alasan) mereka untuk itu bermacam-macam. Begitu pun juga dengan dalilnya mereka catut seenaknya dan menempatkannya tidaklah pada tempatnya. Begitu keras permusuhan mereka terhadap orang-orang yang memaknai jihad adalah perang. Maka mereka pun mengeluarkan dalih-dalih sebagai berikut :
Jihad yang Paling  Tinggi Adalah Melawan Hawa Nafsu.
Ya, begitulah kata mereka. Jihad yang paling tinggi derajatnya bukanlah berjihad dengan berperang di jalan Allah. Akan tetapi menurut mereka jihad tertinggi itu adalah Jihad melawan hawa nafsu. Inilah yang sering mereka sebut jihad nafs huwa jihadul Akbar (jihad melawan hawa nafsu itu jihad yang paling besar). Atau dengan kata lain jihad dengan berperang bercucuran darah dengan mengorbankan harta dan jiwa merupakan jihadus shagir (jihad yang kecil).
MasyaAllah, entah apa yang membeuat mereka begitu berani menerjang dan melawan nash-nash syara yang telah Allah tetapkan. Hingga mereka begitu berani bahwa JIHAD bermakna PERANG itu jihad kecil. Dan jihad yang paling besar adalah jiha melawan hawa nafsu.
Setala ditelusuri dan diusut pkok permasalahannya. Alhamdulillah, akhirnya kita bisa memnemukan juga dalil yang menjadi hujjah mereka. Ternyata katanya mereka menyandarkan pendapat mereka itu pada sebuah hadits yang berbunyi :
"Kita baru saja kembali dari jihad kecil menuju jihad yang besar. Para shahabat bertanya, "Apa jihad besar itu? Nabi saw menjawab, "jihaad al-qalbi (jihad hati).” Di dalam riwayat lain disebutkan jihaad al-nafs".  178(178 KanZ al-'Ummaal, juz 4/616; Hasyiyyah al-Baajuriy, juz 2/ 265).
Jadi berdasakan hadits di ataslah mereka berasalah bahwa jihad dengan pergi perang adalah JIHAD ashgar (kecil), dan jihad yang besar adalah jihad menahan hawa nafsu. Dan sungguh ini merupakan pemahan yan benar-benar salah. Pendapat seperti ini telah menyalahi nash-nash dan dalil yang lebih kuat yang bersuber pada Al-Quran dan hadits-hadits shohih. Sebagaimana dalil-dalil tersebut telah kita bahas.
Dan setelah diteliti ternyata hadits yang mereka jadikan alasan di atas, sangat lah tidak bisa digunakan sama sekali. Hagitsnya sangat lemah, dan bahkan itu merupakan sebuah hadits maudhu (hadits palsu). Karena hadits tersbut tidak ditemukan dalam riwayat-riwayat imam hadits-hadits termasyhur.
Adapun tanggapan terhadap hadits yang menajdikan dalil bahwa jihad yang paling besar adalah jihad menahan hawa nafsu adalah sebagai berikut:
Pertama, status hadits jihaad al-nafs lemah, baik ditinjau dari sisi sanad maupun matan. Dari sisi sanad, isnaad hadits tersebut lemah (dla'if). Al-Hafidz al-'Iraqiy menyatakan bahwa isnad hadits ini lemah. Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalaaniy, hadits tersebut adalah ucapan dari Ibrahim bin 'Ablah.179 (179 Lihat Imam al-Dzahabiy, Syiar A'laam al-Nubalaa', juz 6/ 324-325. Di dalam kitab ini dituturkan, bahwasanya Mohammad bin Ziyad al-Maqdisiy pernah mendengar Ibrahim bin 'Ablah berkata kepada orang-orang yang baru pulang dari peperangan (jihad), "Kalian baru saja kembali dari jihad kecil ffihaadal-ashghar), lantas, apa yang kamu lakukan dalam jihad al-qalbiy."
Al-Hafidz al-Suyuthiy juga menyatakan, bahwa sanad hadits ini lemah (dla'if).
Kedua, seandainya keabsahan hadits ini tidak perlu kita perbincangkan, maka lafadz jihad al-akbar yang tercantum di dalam hadits itu wajib dipahami dalam konteks literal umum; yakni perang hati atau jiwa melawan hawa nafsu dan syahwat serta menahan jiwa untuk selalu taat kepada Allah swt. Sebab, jihad menurut pengertian bahasa bisa bermakna perang maupun bukan perang. Sedangkan jihad kecil (jihaad al-ashghar) dalam hadits itu mesti dimaknai dalam konteks syar'i dan 'urfy, yakni berperang melawan orang-orang kafir di jalan Allah.180 (180 Dr. Mohammad Khair Haekal, al-Jihaad Al-Qitaal, juz 1/46).
Suatu lafadz, jika memiliki makna bahasa, syar'iy, dan 'urfiy, harus dipahami pada konteks syar'iynya terlebih dahulu. Baru kemudian dipahami pada konteks 'urfiy (konvensi umum), dan lughawiy (literal). Demikian juga kata jihaad. Lafadz ini mesti dipahami pada konteks syar'iynya terlebih dahulu, yakni berperang melawan orang kafir. Jika makna ini ingin dialihkan ke makna-makna yang lain, selain makna tersebut, harus ada qarinah (indika-tor) yang menunjukkannya. Lafadz jihad (jihad al-akbar) yang termaktub di dalam hadits jihaad al-nafs harus dibawa kepada pengertian literal secara umum.
Hanya saja, dalam konteks syar'iy dan konvensi umum, lafadz jihad harus dipahami perang melawan orang kafir (perang fisik), dan tidak boleh diartikan dengan perang melawan hawa nafsu dan syahwat.
Ketiga, dari sisi matan hadits (redaksi), redaksi hadits jihaad al-nafs di atas bertentangan nash-nash yang menuturkan keutamaan jihaad fi sabilillah di atas amal-amal kebaikan yang lain. Oleh karena itu, redaksi (matan) hadits jihad al-nafs wajib ditolak karena bertentangan dengan nash-nash lain yang menuturkan keutamaan jihad fi sabilillah di atas amal-amal perbuatan yang lain. Bahkan, para ulama yang memiliki kredibilitas ilmu dan iman telah menetapkan jihaad fi sabilillah sebagai amal yang paling utama secara mutlak. Adapun bukti yang menunjukkan bahwa jihad fi sabilillah adalah amal yang paling utama adalah sebagai berikut:
“Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.(Q.S At-Tawbah : 24).
Ayat di atas menunjukan bahwa betapa tinggi derajat perang di jalan Allah. Dan sekali lagi ayat Allah menejalskan bahwa JIHAD dengan berperanglah jihad yang paling tinggi derajatnya di sisi Allah. Dan sungguh jika kita ingin membantahkan ayat-ayat Allah tersebut tentulah masilah sangat banyak. Lalu siapa yang masih meragukan keterangan Allah ini?
Lalu begitu pun dengan hadits-hadits nabi Muhammad saw. Hadits-hadits beliau menyatakan bahwa jihad yang paling tinggi derajatnya adalah berperang dijalan Allah, bukan menahan hawa nafsu. Berikut adalah keterangannya :
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Anas bin Malik ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Berjaga-jaga pada saat berperang di jalan Allah lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Imam Bukhari).
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim, Turmudziy, dan lain-lain. “Sesungguhnya, kedudukan kalian di dalam jihad di jalan Allah, lebih baik daripada sholat 60 tahun lamanya.” (HR. Imam Ahmad).
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudziy disebutkan, bahwa jihad lebih baik daripada sholat di dalam rumah selama 70 tahun.  Masih banyak lagi riwayat yang menuturkan keutamaan dan keagungan jihad di atas amal kebaikan yang lain.

0 komentar: