::
Start
sumber informasi dan persahabatan

Navbar3

Search This Blog

Rabu, 03 Oktober 2012

IMF buatan Freemasonry



Manusia harus memandang pada satu arah yaitu kekuatan mata uang, sebagaimana yang dilambangkan oleh mata uang satu dolar Amerika - novus ordo seclorum. Seluruh struktur perekonomian global telah dikuasai oleh kaum Iluminati / Freemasonry,World Bank dan IMF yang telah menjadi “Dewa Luficer” ( pembawa cahaya, bintang pagi dan kesempurnaan, penuh dengan kebijaksanaan, sempurna dalam kecantikan dan membimbing manusia menuju kesempurnaan sejati).

Menyerukan umat manusia di muka bumi ini menyembah bintang berlambang ‘666′ untuk menuju millenium baru dan membawa misi yaitu ’satu dunia baru’ - novus ordo seclorum yang akan menyelamatkan manusia sekaligus menguasainya . Prof. J.S.Malan , seorang ahli ekonomi dari Universitas Sao Paolo mengatakan : ” Setiap bangsa akan menanggung hutang yang berat dan mereka tidak akan mampu membayarnya sehingga mereka menjadi budak yang setia dan patuh terhadap perintah. Kekuatan IMF sangat absolut sehingga tidak akan ada satu negara pun yang mampu mendapatkan satu sen pun, kecuali atas persetujuan atau arahan IMF. “

Kekuasaan IMF adalah berpuncak dari tangan gerakan Zionis yang merupakan perwujudan dari perintah Tuhan ” Orang kaya menguasai orang miskin yang berhutang menjadi budak dari yang menghutang ” ( Amsal 22:7 )

“Mereka harus menguasai seluruh ladang kerana terlalu kelaparan yang ditanggung bangsa di muka bumi.Kaum Zionis akan menjadikan seluruh bangsa merangkak dan mengemis kepada kekuasaannya. ”
Hari Kemerdekaan Amerika Serikat yaitu 4 Juli.
Pada saat itu dibentuk panitia untuk membuat mata wang Amerika (dolar) yang terdiri dari : Benyamin Franklin, Thomas Jefferson, John Adam dan Pierre du Simitiere yang semuanya adalah para anggota Iluminati @ Freemason tingkat ke 33. Bahkan Thomas Jefferson adalah pengikut mistik agama Desime yang menjadi pelopor lahirnya pemikiran unitarian-universalist.
Pada saat itu, pemikiran Adam Weishaupt serta bukunya Novus Ordo Seclorum telah merasuki seluruh jiwa para anggota Freemason. Sebagai penghargaan kepada Adam Weishaupt seorang tokoh central zionis , maka mereka menyepakati bahwa lambang satu dolar Amerika memakai simbol-simbol dari Iluminati dan mencantumkan nama judul buku Weishaupt tersebut sebagai motto pada wang dolar Amerika.
Mereka tidak memilih mata uang dalam bentuk pecahan lima, sepuluh atau dua puluh karena pecahan satu dolar mewakili pemikiran “satu dunia baru “. Itulah sebabnya pada pecahan satu dolar tersebut sarat dengan falsafah Iluminasi.
Prof. J.S.Malan dalam tulisannya, New Age Reforms : ” Seluruh sumber daya alam dunia seperti monitor dan industri harus dikontrol sepenuhnya oleh “pemerintahan dunia” karena dengan cara seperti ini, sistem persamaan ekonomi serta kesejahteraan dunia dapat dilaksanakan serta dinikmati secara merata. Seluruh dunia hanya mempunyai satu sistem monitor yang pengawasanya di bawah satu badan yang tersentralisasi. Dengan cara sepertii ini memungkinkan “pemerintahan dunia” menjalankan kebijaksanaannya untuk mengendalikan seluruh negara dan rakyat .”
Dunia harus “tunduk” dan “menyembah” kepada dolar sebagai medium untuk mendapatkan karunia dari Tuhan (Setan) Lucifer. Mereka yang mendapat limpahan dolar akan mampu menjadi manusia unggul. Mereka yang menguasai dolar juga - di bidang ekonomi - adalah mereka yang menguasai dunia.
Seluruh Lembaga Keuangan Internasional yang telah dirintis oleh Mayer Rothchild harus menunjukkan keperkasaanya dalam bidang kewangan. Pemilikan saham perbankan, mutinasional dan teknologi termasuk mikrochip harus dimiliki secara majorati oleh persaudaraan anggota Freemason @ Iluminati.
Pakar Teologi Protestan Amerika, Batt Robertson, mengatakan bahwa lambang yang ada pada lembaran uang Dolar Amerika itu sama sekali tidak berhubung dengan kemerdekaan Amerika .
Beliau menyatakan lagi bahawa yang merancang atau mereka cop tersebut pada uang Dolar Amerika itu adalah seorang bernama Charles Thompson, anggota Kongres dan seorang penganut Iluminati @ Freemason @ Masuniyyah tulen.
Pean Happies menulis sebuah buku berjudul ‘ Jalan Menuju Dunia Diktator Yahudi ‘ mengatakan bahawa Dolar Amerika adalah murni mata uang Zionis Israel kerana tidaklah aneh kalau Raja Zionis meletakan copnya pada mata wang Amerika itu. Dengan begitu , ia memerintah dunia di bawah slogan ” Tata Dunia Baru “.
Sebelum itu pada 1848, Menteri Kehakiman Perancis seorang keturunan asli Yahudi , anggota elit kelompok Masuniyyah tingkat ke 33 dan salah seorang tokoh Gerakan Yahudi Sedunia menulis :
” Hari ini telah dekat masanya , ketika Orchalma menjadi rumah sembahyang (bait). Di sini akan berkibar satu-satunya bendera Israel ,bendera Tuhan dan akan naik di atas pantai-pantai yang sangat jauh .Tidak mungkin orang Yahudi menjadi teman bagi orang Kristen atau Muslim sebelum memancarkan sinar keimanan dan satu-satunya agama rasional, yang masa kedatangannya ke dunia ini telah dekat. Inilah syarat kehadirannya yang terdapat pada lembaran wang Dolar Amerika . Ia memancarkan cahaya pada setiap orang yang membawa uang itu untuk mendapatkan kesenangan dengan lahirnya ” Tata Dunia Baru ” yang menandakan kembalinya sang Juru Selamat ” .
Sedikit sepak terjang IMF di Indonesia

Keputusan IMF yang kontraproduktif, pencabutan subsidi BBM yg menyebabkan harga melambung tinggi, inflasi melonjak, dan munculnya berbagai aksi demonstrasi. Liberalisasi perdagangan juga telah mengakibatkan membanjirnya barang-barang impor dan hancurnya industri dalam negeri yang di paksa masuk dalam pasar bebas tanpa persiapan. Kebijakan suku bunga (riba) tinggi mengakibatkan melonjaknya kredit macet dan negative spread perbankan sehingga mengakibat sektor real macet. Salah satu kebijakan yg dinilai sangat mematikan adalah likuidasi terhadap 16 bank yang mengakibatkan rontoknya sektor perbankan, ribuan orang di PHK, kepercayaan masyarakat anjlok, terjadi rush, dan akhirnya BI terpaksa mencetak uang untuk menyelamatkan bank. Jumlah uang beredar jadi membengkak sehingga mengakibatkan hiperinflasi yang sempat mencapai 80%-90% pertahun.

Selama lima tahun, Indonesia harus melaksanakan resep IMF yg berisi 130 program dalam Letter of Intent (LoI) mencakup moneter, perbankan, sektor real, hingga penjualan aset negara. Menurut ekonom dari UGM, Revrisond Bawsir, hal itu menjadikan upaya pemulihan ekonomi menjadi tidak fokus. Bahkan ia menduga, program-program IMF tersebut sekitar 85%-nya merupakan titipan dari Amerika Serikat dan negara-negara anggota G-7. Namun, sangat disayangkan, sejauh ini evaluasi terhadap kinerja IMF di Indonesia masih di seputar persoalan kepiawaian IMF. Sementara itu, mengenai siapa IMF, untuk kepentingan siapa ia bekerja, dan apa implikasi pelaksanaan agenda-agenda IMF terhadap masa depan perekonomian suatu negara, belum begitu mendapat perhatian.

Potret Kegagalan IMF

IMF adalah dokter spesialis amputasi. Setelah melakukan amputasi kepada pasiennya, kemudian biayanya dibebankan kepada si pasien. Data empirik menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan (success rate) IMF di banyak negara kurang dari 30%. Itu pun hanya negara-negara yg relatif kecil atau masih pada tahap awal dari proses pembangunan ekonomi. Untuk negara-negara pengutang besar, nyaris tak terdengar cerita keberhasilan dari program IMF; yang ada justru penyakit kambuhan (repeated patients). Hasil penelitian Johnson dan Schaefer (1997) sejak tahun 1965-1995 menunjukkan, bahwa perekonomian 48 dari 89 negara berkembang yang menerima bantuan IMF tidak menjadi lebih maju. Bahkan, 32 dari 48 negara tersebut justru menjadi lebih miskin. IMF malah menimbulkan krisis berkepanjangan (roller coaster), padahal negeri-negeri tersebut telah menjadi pasien IMF selama puluhan tahun.

Secara umum, bukti atas kegagalan IMF adalah di Mexico yang pada tahun 1994 mengalami krisis lebih parah setelah krisis yg pertama 1982. Mexico akhirnya menyatakan tidak sanggup membayar utangnya. Brasil, negara-negara Asia tahun 1997, Turki tahun 1999 dan 2001, dan Argentina yang selama sepuluh tahun menjadi pasien IMF, akhirnya kandas tidak bisa membayar tepat waktu sebagian dari total utangnya, yakni sebesar US$ 141 miliar.

Di Indonesia, potret kegagalan IMF dari segi menciptakan kesempatan kerja baru, misalnya, tampak nyata. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cuma 3.66% pada tahun 2002 itu hanya mampu menciptakan kesempatan kerja baru dan menyerap sekitar 1,7 juta dari angkatan kerja baru yang masuk pasar sekitar 2,5 juta orang. Ini berarti, setiap tahun masih ada tambahan pengangguran baru sekitar 800,000 orang. Keadaan ini menjadi serius dengan pengangguran terbuka sekitar 9 juta dan yang setengah menganggur mencapai 39 juta orang.

Faktor kegagalan IMF di Indonesia sejak keterlibatannya pada Oktober 1997 s.d. 2002 dapat digambarkan sebagai berikut:

Pertama, IMF selalu memaksakan pengetatan fiskal dan moneter jika suatu negara mengalami krisis ekonomi. Pengetatan fiskal tersebut dipaksakan kepada negara berkembang agar ada surplus untuk membayar beban peningkatan utang. Padahal, masing-masing negara memiliki struktur ekonomi dan kompleksitas masalah yang berbeda. Akibatnya, kondisi ekonomi yang sudah memburuk malah semakin terpuruk akibat kebijakan pengetatan fiskal dan moneter yang dianjurkan IMF, terutama pada awal krisis.

Kedua, pendekatan dengan penambahan beban utang untuk mendukung posisi neraca pembayaran hanyalah perbaikan yg bersifat semu, tidak real, karena bukan hasil peningkatan aliran modal swasta maupun peningkatan ekspor netto. Karena terus-menerus melakukan pinjaman untuk meningkatkan neraca pembayaran, beban utang meningkat berlipat menjadi Rp 650 triliun (US$ 72 miliar).

Ketiga, prasyarat dan rekomendasi kebijakan IMF dalam berbagai Letter of Intent lebih banyak mencakup bidang di luar makroekonomi dan moneter seperti perbankan, pertanian, corporate restructuring, dan industri. Rekomendasi IMF untuk menutup 16 bank pada November 1997 telah menciptakan destabilisasi finansial dan punahnya kepercayaan masyarakat. Akibatnya, ekonomi Indonesia mengalami hard landing, kebangkrutan massal, dan jutaan orang di PHK.

Siapa IMF?

IMF dan Bank Dunia adalah lembaga keuangan internasional yang didirikan oleh negara-negara Barat, pemenang Perang Dunia II. Keduanya lahir dari sebuah pertemuan yang bernama Konferensi tentang Sistem Moneter dan Keuangan di kota Breton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat, pada tahun 1944. Berdirinya lembaga keuangan tersebut bertujuan untuk memulihkan perekonomian bagi negara-negara Eropa Barat yang hancur akibat perang. Lembaga itu kemudian berkembang menjadi lembaga multilateral yang konon diharapkan mendorong terciptanya kerjasama keuangan internasional, mendorong ekspansi dan pertumbuhan perdagangan internasional yang berimbang, mendorong kestabilan nilai tukar, membantu terciptanya sistem pembayaran internasional, mengusahakan tersedianya likuiditas sementara bagi yang mengalami masalah neraca pembayaran, dan menghilangkan kesenjangan neraca pembayaran negara-negara anggotanya.

IMF, sejak berdirinya tanggal 27 Desember 1945, yang pendiriannya ditandatangani oleh 29 negara, hingga kini jumlah anggotanya mencapai 183 negara merdeka. Akan tetapi, proses pengambilan keputusan di tubuh IMF tak ubahnya seperti proses pengambilan keputusan dalam sebuah perusahaan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, proses pengambilan keputusan di IMF dilakukan berdasarkan jumlah kepemilikan saham, yaitu dengan ketentuan 85% suara setuju. Padahal, negara-negara G-7 saja yang terdiri dari AS, Inggris, Jepang, Kanada, Jerman, Prancis, dan Italia menguasai 45% suara. Dengan demikian, negara-negara kaya ini praktis mendominasi seluruh proses pengambilan keputusan dalam IMF. Yang lebih celaka, ternyata AS adalah pemegang saham utama dengan menguasai 18% suara. Jadi, praktis tidak ada keputusan yg dapat diambil tanpa persetujuan AS. Dengan demikian, bagaimana mungkin IMF bekerja tidak untuk kepentingan negara-negara G-7 itu?! Demikianlah sebagaimana dominasi mereka di berbagai pertemuan lembaga-lembaga keuangan atau perdagangan internasional lainnya seperti WTO, Bank Dunia, CGI, dan bahkan Paris Club. Ironisnya, yang berada di balik negara-negara G-7 itu adalah perusahaan-perusahaan Transnasional Company (TNC). Delegasi negara-negara G-7 hampir selalu berangkat dengan membawa seabreg titipan dari TNC negara mereka masing-masing. Dengan demikian, program ekonomi IMF sesungguhnya tidak lebih dari agenda terselubung para TNC itu. Itu artinya, target dari pelaksanaan program ekonomi IMF terhadap para pasiennya yang kekurangan gizi (negara berkembang) menjadi mudah ditebak. Terlepas dari keberhasilan atau kegagalannya dalam “memulihkan” perekonomian sebuah negara, pelaksanaan program ekonomi IMF dapat dipastikan akan berakibat pada menguatnya dominasi TNC terhadap perekonomian negara-negara yang menjadi pasiennya itu.

Oleh karena itu, kepentingan G-7 dan para TNC tersebut dituangkan ke dalam program ekonomi IMF dalam berbagai penekanan, seperti pada:

(1)Pengetatan anggaran negara untuk menjamin kelancaran pembayaran utang;

(2)Liberalisasi sektor keuangan untuk memberi keleluasan kepada para pemodal internasional untuk datang dan pergi sesuka hati mereka;

(3)Liberalisasi sektor perdagangan untuk mempermudah penetrasi produk negara-negara industri maju;

(4)Privatisasi BUMN untuk memperlemah interfensi negara dan memperkuat dominasi TNC di negara-negara yang bersangkutan dengan harga murah.

Jadi, kegagalan utama IMF yang sesungguhnya bukan terletak pada kinerja “pemulihan” ekonominya, melainkan pada jatidirinya sebagai agen kepentingan TNC.

Pelaksanaan program ekonomi IMF yang didominasi oleh kepentingan negara G-7 menyebabkan terjadinya pelembagaan suatu sistem kolonialisme baru, dikorbankannya kepentingan rakyat untuk menyelamatkan para bankir, meningkatnya komersialisasi pelayanan publik, meluasnya pengangguran, merosotnya upah buruh, melebarnya kesenjangan kaya-miskin, dan semakin komplikasinya krisis ekonomi. Oleh karena itu, mudah dimengerti kalau Joseph Stiglitz menyebut program privatisasi yang dipaksakan IMF itu sebagai briberization (rampokisasi).

Kepanjangan tangan dari Ekonomi Freemasonry ini di Indonesia yang sekarang sudah ketahuan Widjojo Nitisastro. Para anggotanya antara lain Emil Salim, Ali Wardhana, dan J.B. Soemarlin. Dorodjatun Koentjoro-Jakti Burhanuddin Abdullah, Sri Mulyani, Prof. Dr. Boediono,M.Ec.

0 komentar: