Jadi, sangat logis jika tahun hijriyah menyebut Muharram, Safar, Rabiul Awwal, dan seterusnya dengan nama BULAN.
Tetapi, adalah janggal, jika nama-nama Januari, Februari, Maret, dan seterusnya disebut sebagai nama-nama BULAN, sebab perhitungannya berdasarkan peredaran MATAHARI.
Jadi, yang logis, Januari, Februari, Maret, dan seterusnya disebut sebagai MATAHARI Januari, MATAHARI Februari, MATAHARI MARET, dan seterusnya. Mungkin terasa tidak enak ya menyebut Januari dan seterusnya sebagai MATAHARI, bukan BULAN?
Ketidaklogisan lainnya, misalnya, saat pergantian tahun, mengawali 1 Januari, tepat pada tengah malam jam 00, padahal malam hari itu waktunya bulan beredar, bukan “jadwal”nya matahari.
Mestinya, perhitungan Masehi dimulai di siang hari saat sang mentari beredar, sebagaimana tahun hijriyah mengawali perhitungannya ketika bulan mulai mengorbit. Sebut misalnya, saat umat Islam menetapkan awal dan akhir Ramadhan dengan melihat bulan atau mendasarkan perhitungannya pada bulan.
Begitulah. Nanti kita akan temukan lagi ketidaklogisan nama-nama MATAHARI ini, semisal September yang berarti TUJUH, tetapi ditempatkan pada posisi ke-9.
JANUARI. Mengapa tahun Masehi diawali Januari? Semula Januari bukan yang pertama, melainkan Maret.
Tapi ketika gereja mengadopsi kalendernya Romawi Kuno, Maret berubah menjadi Januari. Alasannya, untuk yang pertama harus baik. Sementara Maret identik dengan peperangan.
Januari Dalam mitologi musyrik Romawi Kuno, dikenal sebagai dewa berwajah dua. Satu menghadap ke depan dan satunya ke belakang.
Untuk menentukan mana yang depan atau belakang, ditandai dengan wajah yang menghadap depan selalu tersenyum dan optimis, sedangkan yang menghadap ke belakang selalu terlihat muram dan sedih.
Dewa itu bernama Janus, yang bisa pula berarti pintu, gerbang, gapura atau lorong masuk.
Itulah mengapa untuk yang pertama setiap tahun dinamakan dengan JANUARI. Januarius Mensis (Latin, Januari) bisa dikatakan berwajah dua. Wajah yang satu menghadap ke tahun sebelumnya dan lainnya ke tahun berjalan.
Dewa Janus dikatakan bermuka dua, namun, menurut kepercayaan Romawi kuno, bermuka dua dalam konteks waktu.
FEBRUARI. Merupakan periode kedua dalam tahun Masehi. Berasal dari nama dewa Februus, Dewa Penyucian.
MARET. Merupakan periode ketiga dalam tahun Masehi. Berasal dari nama Dewa Mars, Dewa Perang.
Pada mulanya, Maret menempati posisi pertama dalam kalender Romawi, lalu pada tahun 45 SM Julius Caesar menambahkan Januari dan Februari di depannya sehingga Maret “dikudeta” oleh gereja menjadi yang ketiga.
Alasannya untuk memulai yang pertama, harus penuh optimisme menatap ke depan. Sementara Maret identik dengan peperangan, sebab Maret yang dari kata Dewa Mars adalah Dewa Perang. Jadi, gereja juga meyakini akan keyakinan musyrik Romawi kuno itu.
APRIL. Merupakan “Matahari” keempat dalam tahun Masehi. Berasal dari nama Dewi Aprilis, atau dalam bahasa Latin disebut juga Aperire yang berarti ”membuka”.
Diduga kuat sebutan ini berkaitan dengan musim bunga dimana kelopak bunga mulai membuka. Juga diyakini sebagai nama lain dari Dewi Aphrodite atau Apru, Dewi Cinta orang Romawi.
MEI. Merupakan “Matahari” yang kelima dalam kalender Masehi. Berasal dari nama Dewi Kesuburan Bangsa Romawi, Dewi Maia.
JUNI. Merupakan “Matahari” yang keenam dari tahun Masehi. Berasal dari nama Dewi Juno.
JULI. Jadi urutan ketujuh dari tahun Masehi. Di periode “Matahari” ini Julius Caesar lahir, sebab itu dinamakan Juli.
Sebelumnya Juli disebut sebagai Quintilis, yang berarti kelima dalam bahasa Latin. Hal ini lantaran kalender Romawi pada awalnya menempatkan Maret pada urutan pertama.
Pergeseran dari Maret yang semula di urutan pertama menjadi ketiga, berdampak pada urutan berikutnya.
AGUSTUS. Merupakan urutan kedelapan dalam kalender Masehi. Seperti juga nama Juli yang berasal dari nama Julius Caesar, maka Agustus berasal dari nama kaisar Romawi, yaitu Agustus.
Pada awalnya, ketika Maret masih menjadi yang pertama, Agustus menjadi yang keenam dengan sebutan Sextilis.
SEPTEMBER. Merupakan “Matahari” kesembilan dari tahun Masehi. Nama ini berasal dari bahasa Latin Septem, yang berarti tujuh. Tapi janggalnya, sampai sekarang September di urutan kesembilan, padahal artinya “tujuh”.
Sejarahnya, September bertahan di posisi ketujuh dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM.
OKTOBER. Merupakan “Matahari” kesepuluh dari tahun Masehi. Nama ini berasal dari bahasa Latin Octo, yang berarti delapan.
Lucu memang, meski artinya “delapan”, tetapi di kalender Masehi si Octo menempati urutan kesepuluh. Oktober bertahan di posisi kedelapan dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM.
NOVEMBER. Merupakan “Matahari” kesebelas dari tahun Masehi. Nama ini berasal dari bahasa Latin Novem, yang berarti sembilan.
Tapi, janggalnya lagi, meskipun artinya “Sembilan”, di kalender masehi si Novem digeser jadi yang kesebelas.
November bertahan di urutan kesembilan dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM.
DESEMBER. Merupakan “Matahari” keduabelas atau yang terakhir dari periode tahun Masehi. Nama ini berasal dari bahasa Latin Decem, yang berarti sepuluh.
Walaupun artinya “sepuluh”, di kalender masehi sang “Decem” digeser menjadi yang keduabelas atau terakhir.
Desember di urutan kesepuluh dalam kalender Romawi bertahan sampai dengan tahun 153 SM.
Pada Desember inilah diyakini lahirnya Dewa Matahari (25 Desember) yang kemudian diadopsi oleh Kristen menjadi perayaan gereja, yakni Natal Yesus Kristus.
Itulah keanehan dan kejanggalan nama-nama hitungan “Matahari” pada Tahun Masehi yang mengadopsi mitosnya bangsa Romawi Kuno. Dan, lebih aneh bin janggal lagi, umat Islam merayakannya, tanpa memahami akar dan historisnya.Tanpa pengetahuan tentangnya.
Sama halnya dengan natal 25 Desember yang mengadopsi kelahiran dewa matahari, berakar dari Romawi Kuno. Maka, sesungguhnya natal 25 Desember dengan 1 Januari, awal tahun baru masehi, itu adalah satu paket.
Akar, sumber dan historisnya sama. Kalangan gereja “memborong” dua “tema” sekaligus: tema ‘natal’ dan ‘tahun baru masehi 1 Januari’, sehingga jadi semarak.
Jadi, aneh dan janggal pula, jika ada sementara pihak yang mengatakan: mengucapkan selamat natal haram, tapi mengucapkan tahun baru 1 Januari tak apa! Yaa Robb,na’uudzubillaahi mindzaalik.
TAHUN HIJRIYAH
Berbeda dengan penetapan kalender Hijriyah yang dilakukan pada zaman Umar bin Khaththab, diambil dari peristiwa hijrahnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (ditemani Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu) dari Makkah ke Madinah.
Kalender Hijriyah juga terdiri dari 12 bulan (nah, penyebutan bulan di sini adalah logis, karena tahun hijriyah mendasari perhitungannya pada bulan), dengan jumlah hari berkisar 29-30 hari. Penetapan 12 bulan ini sesuai dengan firman ALLAH SWT:
”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) ad-Din yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa,” (At Taubah: 36).
1. Muharram
Artinya, yang diharamkan atau menjadi pantangan. Di bulan Muharram, dilarang untuk berperang.
2. Shafar
Artinya, kosong. Di bulan ini, lelaki Arab pergi untuk merantau atau berperang.
3. Rabi’ul Awal
Artinya masa kembalinya kaum lelaki yang merantau (shafar).
4. Rabi’ul Akhir
Artinya akhir masa menetapnya kaum lelaki.
5. Jumadil Awal
Artinya awal kekeringan. Maksudnya, mulai terjadi musim kering.
6. Jumadil Akhir
Artinya akhir kekeringan. Dengan demikian, musim kering berakhir.
7. Rajab
Artinya mulia. Zaman dahulu, bangsa Arab sangat memuliakan bulan ini.
8. Sya’ban
Artinya berkelompok. Biasanya bangsa Arab berkelompok mencari nafkah.
9. Ramadhan
Artinya sangat panas. Bulan yang memanggang (membakar) dosa, karena di bulan ini kaum Mukmin diharuskan berpuasa/shaum sebulan penuh.
10. Syawwal
Artinya kebahagiaan, peningkatan (setelah ujian Ramadhan, mestinya kualitas amaliah dan hidup menjadi meningkat).
11. Zulqaidah
Artinya waktu istirahat bagi kaum lelaki Arab.
12. Zulhijjah
Artinya yang menunaikan haji.
0 komentar: