“Dan
ingatlah ketika Allah berfirman “Hai Isa, putra Maryam, adakah engkau
mengatakan kepada manusia: Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan
selain Allah?. Isa menjawab: Mahasuci Engkau , tidaklah paut bagiku
mengatakan apa yan bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah
mengatakannya, tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui
apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada
diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib.”
QS. Al-Maidah: 116
Trinitas
adalah keyakinan yang mendasar dalam agama Kristen. Dalam Islam, dalam
hal ini Al- Qur’an, juga dibicarakan ihwal Trinitas. Lalu, bagaimana
pandangan Islam tentang keyakinan ini?
Dalam
konteks Trinitas, berdasarkan sejarah, terjadi Konsili Nicae pada tahun
325 M. Yaitu Sidang Gereja Sedunia pertama dalam sejarah umat Nasrani.
Para pendeta menolak Arianisme dan menyatakannya sebagai ajaran bid’ah,
yang harus dibasmi secara total. Arianisme adalah keyakinan Bishop Arius
beserta uskup lainnya bahwa Allah itu MahaEsa dalam pengertian yang
murni, dan Yesus Kristus hanyalah manusia biasa tapi menjadi utusan
Allah, sedang Maria tidak layak disebut ibu Tuhan, karena yang
dilahirkannya pun cuma manusia biasa.
Sebaliknya,
Konsili Nicae, melalui pemungutan suara, justru menerima Athansianisme
dan menerapkannya sebagai keyakinan resmi dalam agama Nasrani, yaitu
keyakinan yang dianut Bishop Atha- nasius, sesuai dengan ajaran Paulus
dalam Paul’s Epistles, seperti termuat dalam Perjanjian Baru. Mereka
yakin bahwa Allah itu terdiri dari tiga pribadi, yakni Allah Bapa, Allah
Putra, dan Ruh Kudus, dan Perawan Maria adalah ibu Tuhan. Jadi, Konsili
Nicae menetapkan bahwa Maria bukanlah salah satu pribadi dalam
keyakinan Trinitas.
Dunia
Nasrani di Barat, yang kemudian sampai juga di Indonesia, hanya mengenal
rumusan Konsili Nicae. Aliran- aliran selainnya tidak berkembang.
Sekte-sekte di luar Nasrani Roma menyebar ke daerah lain yang jauh dari
kekuasaan Nasrani Roma, seperti di tanah Persia, Jazirah Arab, dan di
pedalaman Afrika.
Ketika
Al-Qur’an turun di Makkah dan Madinah, pada waktu itu Nabi Muhammad
berhadapan dengan kaum Nasrani yang memiliki keyakinan sebagaimana
dipeluk sekte-sekte di luar kekuasaan Nasrani Roma, misalnya sekte
Mariamites. Sekte ini memberikan sifat ilahiyah kepada Perawan Maria
sebagai pribadi ketiga dalam Trinitas, bukannya Ruh Kudus. Sekte
Mariamites atau para pemuja Maryam menganggap bahwa Trinitas itu terdiri
dari Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah Bunda (Perawan Maria). Dan
karena Al-Qur’an diwahyukan di Arab kepada Nabi Muhammad SAW yang
berhadapan dengan mereka, dapatlah dipahami turunnya ayat 116 di dalam
Surah Al-Maidah itu.
Sampai
sekarang, sekte-sekte yang menyempal dari Vatikan Roma terus
bermunculan. Bahkan ada sekelompok Nasrani yang menolak ketuhanan Yesus
berdasarkan dari Kitab Injil mereka sendiri, yaitu dari Injil Markus.
Nabi kaum Nasrani ini menyebutkan dalam Injil Markus bahwa Yesus Kristus
melarang umatnya menyembah selain Allah.
Bagaimana
pandangan Islam tentang Trinitas? Dalam Al-Qur’an surah Al- Maidah (5):
116 disebutkan, “Dan (ingat- lah) ketika Allah berfirman, ‘Hai Isa,
putra Maryam, adakah engkau mengatakan kepada manusia: Jadikanlah aku
dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?
Isa
menjawab: Mahasuci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang
bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya, tentulah
Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku
dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau
Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib’.”
Dialog itu
terjadi di akhirat. Dalam ayat di atas jelas Nabi Isa AS menolak bahwa
dirinya dan ibunya adalah dua tuhan selain Allah.
Di dalam
Al-Qur’an, Nabi Isa menyebut dirinya “Abdullah” (hamba Allah). Jadi
jelaslah, dalam Islam, Trinitas, baik dalam pengertian Allah Bapa, Allah
Putra, dan Ruh Kudus, maupun Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah Bunda,
tidak dibenarkan.
Dalam
pandangan Islam, agama Nasrani yang mengajarkan bahwa Nabi Isa adalah
hamba Allah adalah agama Nasrani yang sejati, agama tauhid. Kitabnya pun
kitab yang wajib diimani umat Islam, yakni Injil yang mengajarkan
ketauhidan.
0 komentar: