Saat itu, tepat 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
memandangi pasukan musuhnya yang berjumlah seribu orang dan pasukan
yang dibawanya sejumlah 310 lebih sedikit. Hamba mulia ini memanjatkan
doa yang begitu mengharu biru di tengah pasukannya yang amat sedikit dan
apa adanya, melawan pasukan kafir Quraisy yang tiga kali lipat
menghadang di hadapan mereka di padang Badar. Dengan menghadap Kiblat
dan mengangkat kedua tangannya, Beliau berdoa:
اللهم! أنجز لي ما وعدتني. اللهم! آت ما وعدتني. اللهم! إن تهلك هذه العصابة من أهل الإسلام لا تعبد في الأرض
Ya Allah! Penuhilah untukku apa yang Kau janjikan kepadaku. Ya Allah! Berikan apa yang telah Kau janjikan kepadaku. Ya Allah! jika Engkau biarkan pasukan Islam ini binasa, … maka tidak ada lagi yang menyembahMu di muka bumi.”
Beliau senantiasa berdoa dengan suara
tinggi seperti itu dan menggerakan kedua tangannya yang sedang
menengadah dan menghadap Kiblat, sampai-sampai selendang yang dibawanya
jatuh dari pundaknya. Lalu Abu Bakar menghampirinya dan meletakkan
kembali selendang itu di pundaknya dan dia terus berada di belakangnya.
Lalu Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu berkata:
يا نبي الله! كذاك مناشدتك ربك. فإنه سينجز لك ما وعدك
“Wahai Nabi Allah! Inilah sumpahmu kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia akan memenuhi apa yang dijanjikanNya kepadamu.”
Lalu turunlah firman Allah Ta’ala:
إذ تستغيثون ربكم فاستجاب لكم أني ممدكم بألف من الملائكة مردفين
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut." (QS. Al Anfal (8): 9). (HR. Muslim No. 1763, At Tirmidzi No. 5075, Ibnu Hibban No. 4793. Ahmad No. 208, Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, 7/95)
Lalu, terjadilah pertempuran yang
sebenarnya tidak seimbang itu, namun karena kekuatan iman, kekuatan
ukhuwah, kepemimpinan yang berwibawa, serta ditopang strategi yang jitu,
kaum Muslimin berhasil memenangkan pertempuran yang disebut dalam Al
Quran sebagai “Yaumul Furqan” (Hari Pembeda). Hari yang
membedakan antara hak dan batil, antara periode dakwah yang selalu
tertindas menjadi dakwah yang disegani.
Syahdan, pada masa khalifah Al Mu’tashim Billah
(nama aslinya adalah Abu Ishaq Muhammad bin Harun Ar Rasyid), dia
berkuasa sejak tahun 218 sampai 227 Hijriyah. Pada masanya, pasukan
Islam mampu mengalahkan pasukan Romawi dengan kemenangan besar yang
belum pernah terjadi pada khalifah-khalifah sebelumnya. Dia mampu
memecahkan pasukan Romawi dan menembus masuk ke negeri Romawi, dan
menewaskan 3000 pasukannya serta menawan yang lain sejumlah itu pula. (Imam As Suyuthi, Tarikhul Khulafa’, Hal. 245. Cet. 1. 1425H-2004M. Maktabah Nizar Mushthafa Al Baz )
Tahukah anda apa yang melatar belakangi
pertempuran dengan Romawi kala itu? Yakni karena seorang muslimah
diperkosa oleh pasukan Romawi. Lalu peristiwa memilukan ini diketahui
oleh Khalifah Al Mu’tashim. Maka, demi menjaga kehormatan Islam dan kaum
Muslimin, Khalifah Al Mu’tashim mengirim pasukan ke Romawi dengan
armada pasukan yang sangat besar. Pasukan terdepan sudah sampai di ibu
kota Romawi saat itu (yakni Konstantinopel - Istambul saat ini)
sedangkan pasukan paling belakang masih ada di istananya di Baghdad!.
Ratusan ribu pasukan yang dikirim ke Romawi, ada yang meyebut 200 ribu
lebih dan ada pula yang menyebut 500 ribu pasukan (Siyar A’lam An Nubala, 10/297),
ternyata Romawi menyambutnya dengan peperangan, maka terjadilah
pertempuran dahsyat yang dimenangkan pasukan Islam sebagaimana telah
tertulis dalam sejarah Islam masa lalu.
Lihatlah ini! Begitu berdayanya umat
Islam, dan begitu tingginya wibawa kaum Muslimin, hanya karena seorang
muslimah diperkosa, mereka tidak terima dan berbondong-bondong menggedor
Romawi dan berhasil meruntuhkan kerajaannya yang begitu besar dan
ditakuti saat itu. Tetapi itu semua berhasil ditekuk dan hanyalah
fatamorgana yang tidak berdaya apa-apa di depan kekuatan iman dan ‘izzah Islam
(kemuliaan Islam). Lalu bandingkanlah dengan dunia Islam saat ini. Tak
berdaya dan tidak berwibawa. Banyak jumlah namun sedikit keberanian,
paling jauh hanya demonstrasi ketika melihat saudaranya dianiaya. Bukan
lagi satu muslimah diperkosa, tetapi ribuan dijarah kehormatannya,
anak-anak dibunuh atau dimurtadkan, mereka diusir dari kampung
halamannya, dirampas harta kekayaannya, dan dikebiri perannya dalam
percaturan dunia internasional. Kaum Muslimin hanya mampu mengecam,
mengutuk, dan mengadakan sidang, tetapi tidak ada aksi nyata seperti
Khalifah Al Mu’tashim terhadap Romawi.
Ya, betapa cepatnya langit cerah menuju
mendung dan kelam, lalu kapankah cemerlangnya pagi akan datang? Saat
itu ada muslimah diperkosa, namun juga ada Khalifah Al Mu’tashim yang
membelanya. Saat ini umat Islam tertindas ada di Afghanistan, Palestina,
Iraq, Moro di Filipina, Patani di Thailand, Rohingnya di Cina, dan
belahan Bumi Allah lainnya, tetapi tidak ada pemimpin Islam yang seperti
Al Mu’tashim! (Namun, Al Mu’tashim memiliki kesalahan ketika menyiksa
Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah, tetapi dalam sisi pembelaannya terhadap kaum Muslimin, dia patut dibanggakan)
Berkata Imam Adz Dzahabi Rahimahullah:
كان المعتصم من أعظم الخلفاء وأهيبهم، لولا ما شان سؤدده بامتحان العلماء بخلق القرآن.
“Al Mu’tashim, dahulu adalah termasuk di antara Khalifah yang paling agung dan paling pemalu di antara mereka, seandainya saja dia tidak mengotori kekuasaannya lantaran menyiksa ulama dalam masalah kemakhlukan Al Quran.” (Imam As Suyuthi, Tarikhul Khulafa’, Hal. 244)
Di atas, hanya sedikit contoh kehebatan
kaum Muslimin masa lalu. Itu pun dari satu sisi saja, yakni kekuatan dan
kewibawaannya. Kita belum membicarakan ketinggilan ilmu pengetahuan dan
peradaban dunia Islam, dan dibutuhkan banyak halaman untuk
menceritakannya.
Saat ini kita hidup di alam real
(nyata) umat Islam. Biarlah romantisme masa lalu itu tetap ada dan
menghujam dalam dada kita sebagai bekal dan spirit untuk meraih kembali
kejayaan yang hilang itu. Tetapi, kita tidak boleh berlama-lama dalam
dunia lamunan, romantisme kejayaan, dan – apalagi - tangisan meratapi
puing-puing kehancuran peradaban Islam pasca (setelah)
runtuhnya simbol kekuatan dan pemersatu umat Islam, yakni Khilafah Turki
Utsmaniyah pada tahun 1924 M di Turki, yang dihapuskan oleh si musuh
Turki (A’da At Turk – inilah istilah yang diberikan ulama turki kepadanya), yakni Mustafa Kamal. Ada pun sejarawan sekuler menjulukinya Attaturk (Bapaknya Turki).
Realita umat Islam hari ini, jika kita
lihat, ternyata terhimpun menjadi empat penyakit yang mesti disembuhkan
dengan cepat. Penyakit itu adalah:
1.Al Jahlu (Kebodohan)
Apa yang dimaksud kebodohan di sini?
Bukankah dunia Islam – sebagaimana dunia Barat- juga memiliki
kampus-kampus bergengsi, kecil dan dewasa, pria dan wanita
berbondong-bondong menuju bangku sekolah dan kuliah, berbeda dengan masa
lalu?
Kebodohan di sini adalah ketiadaan ma’rifah (pengetahuan mendalam) mereka terhadap Rabb
dan agamanya. Bisa jadi memang, dunia Islam tidak kalah canggih dan
intelek, tetapi itu hanyalah pengulangan kondisi Arab sebelum datang
Islam. Dunia Arab sebelum Islam, juga memiliki peradaban tinggi yang
terbukti dari kemampuan mereka membuat tata kota yang bagus, pengairan
sawah yang baik, serta karya seni bernilai tinggi. Tetapi, sejarah Islam
tetap memposisikan mereka sebagai era Jahiliyah. Sebab,
keilmuan yang mereka miliki tidak mampu menolong mereka untuk mengetahui
siapa Tuhan mereka sebenarnya, justru mereka menyembah dan mengagungkan
produk budaya mereka sendiri yaitu berhala-berhala yang indah yang
mereka ciptakan.
Perhatikan umat Islam saat ini, umumnya
mereka jauh dari agamanya, jauh dari Al Quran dan Sunnah nabinya,
tetapi lebih dekat bahkan sampai taraf memberikan cinta terhadap
budaya, pemikiran dan akhlak Barat yang nota bene non muslim yang justru hendak menghancurkannya. Sayangnya mereka tidak menyadarinya.
Hal ini membawa dampak lainnya; masjid
yang sepi kecuali shalat Jumat, merosotnya moral baik pejabat atau
rakyatnya, ibadah hanya menjadi rutinitas kosong belaka tanpa bekas dan
pengaruh dalam kehidupan, ulama tidak berwibawa baik ilmu dan
perbuatannya, pergaulan bebas remaja, angka perceraian yang tinggi,
pornografi dan porno aksi dianggap biasa, dan segudang permasalahan
lainnya. Ini semua berawal dari kebodohan terhadap agama, sebab
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah berjanji bahwa
berbagai kebaikan – termasuk kebaikan dalam urusan dunia dan ilmu
pengetahuan- akan datang bersamaan dengan pemahaman yang benar terhadap
agama.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan kebaikan maka akan dipahamkan baginya ilmu agama.” (HR. Bukhari No. 2948, Muslim No. 1037, At Tirmidzi No. 2783, Ibnu Majah No. 220, Ibnu Hibban No. 89, 310, 3401, Malik No. 1599, Ad Darimi No. 224, 2706, Abu Ya’la No. 7381, Musnad Ishaq No.439, dan lainnya) 2. Adh Dha’fu (lemah)
Kelemahan umat Islam terdapat pada
banyak sisi kehidupan, baik pribadi atau masyarakat. Boleh dikatakan di
semua sisi kehidupan. Di antaranya yang bisa disebutkan di sini adalah:
a. Lemah Aqidah
Aqidah adalah pegangan hidup yang utama dan menjadi fondasi untuk lahirnya imanul ‘amiq
(keimanan yang mendalam). Aqidah yang kuat hanya menjadikan Allah
Ta’ala sebagai satu-satunya penolong dari kesulitan hidup dan
permasalahnnya. Tidak takut mati, apalagi takut miskin. Sebab seorang
yang mengimani Allah Ta’ala sebagai pengatur hidup akan merasa aman dan
tentram hatinya ketika menyandarkan dirinya kepada pemiliki kehidupan
itu sendiri. Berbeda dengan orang yang aqidahnya lemah, dia lebih takut
dengan ancaman makhluk dibanding azab Allah Ta’ala. Seperti yang terjadi
saat ini, umat Islam (khususnya para pemimpinnya) lebih takut dengan
‘azab’ yang diberikan Amerika Serikat dan sekutunya dibanding azab dari Rabb mereka. Begitu juga ketika sepasang manusia berzina, mereka lebih takut hamil dibanding takut kepada Allah Ta’ala.
Berbeda dengan Sumayyah, seorang wanita
yang mati syahid dan menjadi syahid pertama dalam Islam. Dia tetap
memgang teguh agama tauhid walau mengalami penyiksaan yang membuatnya
dibunuh secara keji.
Berbeda dengan Bilal bin Rabbah,
seorang sahabat nabi yang disiksa dengan ditindih batu besar pada siang
yang amat panas, agar ia mau keluar dari agama Islam dan kembali
mengakui ketuhanan kolektif Arab jahiliyah. Tetapi dia tetap dalam
keimanannya, dan mengatakan; “ahad .. ahad .. ahad … (Yang Maha Tunggal (Esa) ….)
Berbeda dengan Masyithah, seorang
wanita pelayan di istana Fir’aun yang tetap teguh menyembah Allah Ta’ala
dan menolak pengakuan ketuhanan Fir’aun. Dia bersama keluarganya
direbus hidup-hidup untuk mempertahankan aqidahnya.
Ya, kita berbeda dengan mereka. Begitu sabar dan teguhnya aqidah mereka …
b. Lemah Ekonomi
Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, kaum Muslimin benar-benar merasakan baldatun thayyibatun (negeri
yang makmur). Sampai-sampai Srigala menyusu kepada Domba, padahal
domba adalah mangsa Srigala! Saat itu, pemerintah kesulitan mencari
faqir miskin untuk menerima zakat, akhirnya harta zakat disalurkan ke
negeri-negeri non muslim.
Pada masa Khalifah Harun Al Rasyid, dia pernah keluar dari istana sambil menatap langit yang sedang mendung:
“Ya Allah, turunkanlah hujan di
mana Engkau mau. Jika Kau turunkan di Barat maka itu adalah negeri kami,
jika Kau turunkan di Timur itu juga negeri kami.”
Apa yang dikatakannya melambangkan
kemakmuran negeri Islam yang merata dan begitu luas. Sehingga dua
khalifah ini termasuk deretan para khalifah yang paling sering disebut
namanya setelah empat khulafa’ur rasyidin.
Kemandirian ekonomi adalah salah satu
penopang kekuatan, dan Islam sangat menekankan hal itu. Seorang yang
berhutang biasanya akan mengalami penurunan kekuatan. Daya kritis,
kemandirian, dan sebagainya akan mudah didikte oleh orang yang
memberinya hutang. Begitu pula dalam tingkat negara. Negara-negara
miskin – kebanyakan negara muslim - mudah sekali dikendalikan oleh
kekuatan asing yang menjadi donor bagi dana pembangunan negerinya.
Maka, wajar kalau Islam tidak menyukai kefaqiran. Hal ini terbukti dari berbagai doa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang diajarkannya untuk umatnya berisi perlindungan dari kefaqiran.
Diantaranya:
اللهمّ إني أعوذ بك من الكفر والفقر
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari kekafiran dan kefaqiran.” (HR. Abu Daud No. 5090, Ibnu Hibban No. 1026, An Nasa’i No. 1347, Ibnu Khuzaimah No. 747, Ahmad No. 20381, Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, 3/251. Syaikh Al Albani mengatakan: shahih. Lihat Shahih wad Dhaif Sunan An Nasa’i No. 1347 )
Doa lainnya:
اللهم إنِّي أعوذ بك من الهمِّ والحزن، وضلع الدين ، وغلبة الرجال
“ Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari gelisah dan sedih, dan lilitan hutang dan tekanan manusia.” (HR. Bukhari No. 2736, 6002, At Tirmidzi No. 3484, Abu Daud No. 1541, An Nasa’i No.5476, Abu Ya’la No. 3695, 4003, Ibnul Ju’di No. 2908)
c. Lemah Propaganda
Dunia propaganda, melalui media
elektronik seperti TV, Radio, dan internet, atau media cetak seperti
majalah dan buku, ternyata telah melampaui batas fungsinya sebagai
jendela informasi bagi manusia. Saat ini sarana ini telah dijadikan alat
untuk memojokkan Islam dan kaum Muslimin. Media Barat telah menggiring
opini dunia untuk menyebutnya sebagai teroris, agama pedang, penindas
kaum wanita, dan sebagainya. Begitu kuat jaringan mereka, satu sama lain
saling membantu.
Orang shalih bisa jadi buruk lantaran
diberitakan buruk, dan orang jahat bisa menjadi pahlawan karena
diberitakan sebagai pahlawan. Inilah keajaiban propaganda. Dan,
sayangnya tidak sedikit umat Islam yang terpukau oleh media mereka dan
termakan oleh isu dan hasutan yang mereka buat. Kita selalu meng-iya-kan
kata mereka. Persis yang Al Quran katakan:
Dan apabila kamu melihat mereka,
tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata, kamu
mendengarkan perkataan mereka. (QS. Al Munafiqun (63); 4)
Sementara, di sisi umat Islam sendiri
mereka lemah. Belum ada kantor berita umat Islam yang menjadi media
rujukan utama sebagai penyeimbang, jangankan secara internasional,
secara nasional pun belum ada, sekali pun ada hanya menjangkau lapisan
yang sangat ekslusif dan terbatas. Wal hasil, tidak ada pilihan
lain akhirnya mereka menjadikan media Barat sebagai rujukan, walau
mereka telah tahu bahwa media tersebut tidak akan pernah objektif dan
adil ketika berhadapan dengan kepentingan Islam dan kaum Muslimin.
3. Adz Dzullah (Direndahkan)
Ini merupakan efek domino yang otomatis
dari kebodohan dan kelemahan, sebab tidak ada orang bodoh dan lemah yang
memiliki wibawa dan kehormatan.
Lihatlah dunia! Mereka ramai
menyalahkan pemerintah Indonesia ketika kasus di Timor Timur (sekarang
Timor Leste), bahkan mereka mengintervensi sehingga provinsi ini lepas
dari Indonesia. Ada pun Papua, pun sedang mengalami hal yang sama.
Begitu mudahnya negeri muslim diobok-obok oleh kekuatan asing.
Ketika kedung kembar WTC (World Trade
Center) ditabrak oleh dua pesawat yang tidak jelas siapa pelakunya.
Bahkan, CIA tidak berani memastikan. Namun, Amerika Serikat dengan
kesombongannya langsung menyalahkan pemerintah Taliban di Afghanistan,
sebuah negeri miskin dan terbelakang. Afghanistan diserang oleh tentara
Amerika Serikat tanpa peduli protes Dunia Muslim dan yang masih punya
nurani kemanusiaan.
Begitu pula yang terjadi Iraq,
Presidennya dijatuhkan oleh kekuatan negara lain, bukan kekuatan yang
berasal dari rakyatnya sendiri. Umat Islam dunia juga tidak berkutik.
Jalur Gaza akhir 2008 dan awal 2009.
Negara Zionis Israel menyerang Gaza sebuah kota kecil yang hanya dijaga
oleh milisi mujahidin HAMAS yang tidak seberapa banyak. Umat Islam yang
setengah miliar di Timur Tengah, diacak-acak oleh kebiadaban tentara
Zionis Israel di sana. Mereka hanya menonton dan menangis, paling jauh
demonstrasi. Bahkan mayoritas umat ini tidak peduli karena sibuk dengan
dunianya masing-masing. Kemana umat Islam? Kemana pemimpin kaum
Muslimin? Kemana Al Mu’tashim abad modern? Kemana satu setengah miliar
umat Islam?
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
يوشك الأمم أن تداعى عليكم كما تداعى الأكلة إلى قصعتها" فقال قائل: ومن قِلّةٍ نحن يومئذٍ؟ قال: "بل أنتم يومئذٍ كثيرٌ، ولكنكم غثاءٌ كغثاء السيل، ولينزعنَّ اللّه من صدور عدوكم المهابة منكم، وليقذفنَّ اللّه في قلوبكم الوهن" فقال قائل: يارسول اللّه، وما الوهن؟ قال: "حبُّ الدنيا وكراهية الموت
“Hampir datang masanya bangsa-bangsa mengerumuni kalian sebagaimana mengerumuni makanan di atas meja makan.” Ada yang bertanya: “Apakah saat itu kita sedikit?” Beliau menjawab: “Justru saat itu kalian banyak, tetapi laksana buih di lautan. Allah telah mencabut rasa takut dalam dada musuh-musuh kalian terhadap kalian, sedangkan Allah telah melemparkan ke dalam hati kalian penyakit Al Wahn,” Ada yang bertanya: “Apakah Al Wahn?” Beliau menjawab: “Cinta dunia dan takut mati!” (HR. Ibnu Majah No. 4297, Ahmad No. 22397, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: sanadnya hasan. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam As Silsilah Ash Shahihah No. 958)
4. Al Furqah (Perpecahan)
Seharusnya perbedaan dapat
dijadikan khazanah yang baik. Islam tidak mencela perbedaan tetapi
membenci perpecahan. Dan, perbedaan belum tentu berpecah, sedangkan
berpecah sudah pasti berbeda.
Perbedaan memang hal yang niscaya dan pasti ada. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ إِلا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ
Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu..(QS. Huud: 118-119)
Imam Hasan Al Bashri Radhiallahu ‘Anhu mengatakan:
وللاختلاف خَلَقهم
“Dan Allah menciptakan mereka untuk perbedaan.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 4/362. Dar Ath Thayyibah Lin Nasyr wat Tauzi’)
Dalam potongan hadits yang cukup panjang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam bersabda:
من يعيش منكم بعدي فسيرى اختلافا كثيرا
“Barangsiapa diantara kalian yang hidup setelah aku, maka dia akan melihat banyak perselisihan ..” (HR. At Tirmidzi No. 2816, katanya: hasan shahih. Ad Darimi No. 95, Ibnu Majah No. 43, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 20125, Ibnu Hibban, Bab Maa Ja’a Al Ibtida bihamidallahu Ta’ala, No. 5, Ahmad No. 17142. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata; hadits shahih dengan banyak jalur dan penguatnya)
Namun demikian, walau perbedaan itu pasti ada dan ini sudah diisyaratkan jauh-jauh hari, Islam tetaplah mencela perpecahan dan mengaharamkannya di antara kaum Muslimin.
Allah Ta’ala berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
“Dan berpegang teguhlah kepada tali (agama) Allah kalian semua, dan janganlah berpecah belah ..” (QS. Ali Imran (3): 103)
Inilah penyakit yang mengerikan sebab
dia menghancurkan dari dalam seperti kanker yang menggerogoti tubuh
manusia. Sesungguhnya umat Islam tidak pernah takut akan ancaman dari
luar karena mereka sudah mengantisipasi dengan semangat Jihad fi
Sabilillah. Tetapi yang justru dikhawatiri adalah hancurnya umat islam
dari dalam, yakni ketidakmampuan mereka dalam meredam perselisihan dan
mengolah perbedaan. Akhirnya, musuh-musuh Islam bertepuk tangan
sementara kita sibuk bercakaran. Mereka pun berkata; “Terima kasih wahai umat Islam, tugas kami memecah belah kalian sudah diselesaikan oleh kalian sendiri!”
Demikianlah penyakit umat islam
kontemporer dan kita harus tersadari olehnya. Tentunya harus dicarikan
solusi yang jitu dengan tanpa melahirkan penyakit baru. Bagaimana itu?
Ringkasnya, sebagaimana kata Imam Malik Radhiallahu ‘Anhu yang pernah mengatakan: “Umat ini tidak akan jaya kecuali dengan cara pertama kali ia dijayakan genarasi awalnya.”
Yaitu dengan iman, ilmu, ukhuwah islamiyah yang solid, dan ruhul jihadiah
(semangat juang) yang tidak terputus. Sehingga umat Islam menjadi
cerdas tidak bodoh, kuat tidak lemah, berwibawa tidak direndahkan, dan
solid tidak berpecah. Wallahu A’lam.
0 komentar: