Jerusalem – : Sudah 7 tahun “TUKANG JAGAL” Ariel Sharon terbaring koma. Ia
belum mati, namun tersiksa dalam sekarat. Betapa menderita, sejak
terserang stroke pada 4 Januari 2006 lalu, pertama kali ia dirawat di
Rumah Sakit Hadassah Ein Kerem di Yerusalem dan kemudian di Chaim Sheba
Medical Center di Tel Hashomer. Menurut
Komite Keuangan Knesset (parlemen Israel), ongkos pengobatan Sharon
setiap tahun sekitar USD 440 juta atau setara Rp 4,25 triliun.
Para dokter pernah memasukkan Ariel Sharon ke ruang operasi untuk dilakukan pembedahan. Ia
memiliki luka membusuk, lalu operasi dilakukan untuk menyambung
bagian-bagian ususnya yang telah membusuk dan infeksinya telah menyebar
ke bahagian tubuh lain. Penyumbatan yang terjadi di otaknya menyebabkan kerusakan di sekujur tubuh hingga membusuk. “Nyawa Sharon terancam,” kata juru bicara rumah sakit, Yael Bossem-Levy kepada kantor beritaAssociated Press.
Saat ini usia Sharon memasuki 85 tahun, kedua matanya dalam keadaan terus terbuka. Dokter-dokter
yang merawat Sharon memberikan keterangan terkait kesehatan Sharon,
saat ditanya sampai kapan keadaan Sharon akan terus menerus seperti ini,
Shlomo Segev, dokter senior yang merawatnya mengatakan, “Kalau dikaji dari usia rata-rata di keluarga Sharon, ibu dan neneknya mati di atas usia 90 tahun”. Shlomo pun kemudian memperkirakan Sharon akan tetap dengan keadaannya seperti ini hingga lewat usianya di atas 90 tahun.
Sharon tergolek tak berdaya dengan
bantuan berbagai alat medis yang tertancap ke tubuhnya, termasuk
respirator, dalam ruangan khusus di Rumah sakit Tel Hashomer, sebelah
timur Ibu Kota Tel Aviv. Tidak ada upacara khusus atau sekadar ucapan simpati buat lelaki 85 tahun itu. “Besok (Sabtu pekan lalu) juga tidak ada upacara khusus. Semua orang telah melupakan dia,” kata Raanan Gissin, bekas penasihat Sharon.
Cobalah pegang tangannya, belai rambutnya yang memutih dan sapalah dia dengan bahasa orang Arab yang sangat dibencinya, “Kaifa haluk yaa Sharon?” (Apa
kabarmu Sharon?) Dia pasti tidak akan menjawab. Sebab itu hanyalah
sebuah patung lilin dalam ukuran sebenarnya sebagai representasi dari
Ariel Sharon. Seni instalasi karya Noam Braslavsky tersebut pertama kali ditampilkan di Galeri Seni Kishon di Tel Aviv. “Sebagai
seorang seniman, adalah hak saya untuk memilih tokoh ini dan membawanya
kembali menjadi kepala berita utama (di media massa),” kata Braslavsky,
perupa Israel yang bermukim di Jerman.
Saat Sharon terkena stroke, seorang kru
televisi Israel berhasil merekam gambarnya yang sedang berada di
belakang sebuah mobil ambulan, terbaring setengah duduk dalam keadaan
sadar. Itulah gambar terakhir dari Sharon yang dimiliki media. Sebab
setelah itu, keluarga Sharon sengaja menutup rapat-rapat segala
informasi tentang kondisi salah satu tokoh kontroversial dalam sejarah
Zionis Israel itu. Sementara
Sharon palsu didatangi banyak pengunjung di Kishon Gallery, Sharon asli
terbujur kaku tidak sadarkan diri beberapa kilometer jauhnya, di Chaim
Sheba Medical Center, Tel Hashomer.
Sharon yang akrab dipanggil Arik,
terkena stroke berat sehingga otaknya dibanjiri darah, berbagai media
internasional mengabarkan bahwa ia sudah mati, “ya” Mati. Hal
itu wajar saja, karena setelah dinyatakan stabil pada 5 Januari 2006
oleh tim dokter, saat itu di Rumah Sakit Haddasah, keesokan harinya
Sharon dimasukkan lagi ke ruang operasi.
Pada hari keenam, dokter berupaya membangunkannya dari keadaan tidak sadar, dengan cara mengurangi dosis obat anastesi. Ia
pun kemudian bisa bernapas sendiri dengan bantuan respirator dan
sedikit memberikan respon terhadap stimulus rasa sakit di lengan dan
kakinya. Tetapi,
Sharon yang sudah berpindah rumah sakit tidak juga bangun, meskipun
keluarga sudah memperdengarkan alunan musik klasik karya komposer Mozart
kesukaannya –seperti yang disarankan oleh dokter.
Hari berganti pekan, pekan berganti bulan. Sharon tidak lagi dikabarkan menderita pendarahan pada otaknya. Hanya saja, berbagai infeksi menyerang organ-organ tubuhnya yang lain secara bergantian. Dari otak, infeksi pindah ke paru-paru, ke ginjal, ke dalam darah, begitu seterusnya. Jantungnya yang diketahui bocor sejak sebelum koma, ikut memperburuk keadaan. Tim dokter yang merawatnya hanya menyampaikan dua kabar tentang Sharon. Yaitu, kondisinya memburuk karena ada gangguan pada organnya atau stabil, tapi tetap dalam keadaan koma.
Sebelum Ariel Sharon jatuh koma,
diisukan kabar dari asisten pribadinya bahwa tidur malamnya sering
diganggu oleh satu mimpi yang sama. Dalam
mimpi itu Sharon ditangkap oleh penduduk GAZA yang begitu marah dan
dendam kepada Sharon karena tindakannya yang angkuh menyerang tanah
Palestina. Didalam
mimpi itu Sharon telah disiksa, dirantai tangan dan kakinya kemudian
diarak sekeliling bandar GAZA dan di masukkan kedalam api. Mimpi itu mengganggu Sharon setiap malam hingga dia jatuh koma. Tiada yang tahu akan derita Sharon menanggung mimpi-mimpi itu kecuali asisten pribadi Sharon. Asisten tersebut mengungkapkan mimpi-mimpi Sharon itu kepada khalayak di Israel pada tahun 2008. Khalayak di Israel telah menyiarkan berita tersebut, kemudian dikutip oleh media-media Asia Barat, seterusnya tersebar.
Demikianlah kita saksikan keadaan musuh Allah Subhanahu Wata’ala. Sharon merupakan musuh Islam yang sangat kejam dan gemar menumpahkan darah.Penyumbatan yang terjadi di otaknya menyebabkan kerusakan di sekujur tubuh hingga membusuk, namun ia masih hidup.
Congkak dan Kejam
Sharon yang lahir 27 Februari 1928 pernah menjadi pemimpin Likud, partai terbesar dalam koalisi pemerintah di parlemen Israel, Knesset. Ia mengundurkan diri dari partai tersebut pada 21 November 2005, dan mendirikan partai baru yang bernama Kadima.
Sharon yang lahir 27 Februari 1928 pernah menjadi pemimpin Likud, partai terbesar dalam koalisi pemerintah di parlemen Israel, Knesset. Ia mengundurkan diri dari partai tersebut pada 21 November 2005, dan mendirikan partai baru yang bernama Kadima.
Selama tiga puluh tahun Sharon berdinas sebagai anggota Angkatan Bersenjata Israel. Pangkat tertingginya adalah Mayor Jenderal. Ia
menjadi terkenal di Israel karena keterlibatannya dalam Perang Enam
Hari pada tahun 1967 dan Perang Yom Kippur pada tahun 1973. Ariel Sharon juga bertanggung jawab atas tragedi pembantaian Qibya pada 13 Oktober 1953. Saat itu 96 orang Palestina tewas oleh Unit 101, yang dipimpinnya, dan pembantaian Sabra dan Shatila di Lebanon pada 1982. Antara 3.000 dan 3.500 orang terbunuh dalam peristiwa itu, sehingga ia dijuluki sebagai “Tukang Jagal dari Beirut”.
Sepanjang sejarah upaya Zionis Yahudi
mewujudkan ‘Eretz Yisrael’ di atas tanah Palestina, Ariel Sharon
termasuk salah satu tokoh yang “tidak ada matinya.”
Ia kerap muncul di setiap sejarah penting Israel. Sharon dilahirkan di
Kfar Maalal, sebuah daerah pertanian di Palestina bagian barat, pada
tahun 1928. Wilayah itu dulu di bawah kekuasaan Inggris. Keluarga orangtuanya adalah imigran dari Rusia, pendukung kuat Zionis Israel. Dalam otobiografinya disebutkan, nama kecil Sharon adalah ‘Buldozer’.
Pada masa kanak-kanak ia telah bergabung dengan gerakan pemuda Zionis. Saat remaja belasan tahun ia menjadi anggota paramiliter Zionis. Sharon bergabung dalam dinas militer Israel sebelum genap usia 20 tahun dan ditunjuk menjadi komandan pleton. Ia ikut perang pertama antara pasukan Zionis dengan Arab tahun 1948. Saat berkarir di militer maupun politik, Sharon dikenal sebagai seorang ‘hawkish‘. Seseorang yang tidak sungkan menggunakan kekerasan dan kekuatan bersenjata untuk menghajar semua lawannya.
General Moshe Dayan & Ariel Sharon, Yom Kippur War, 1973.
Namun di kemiliteran, ia paling dikenal
dengan aksinya dalam Perang Arab-Israel tahun 1967 dan peperangan Yom
Kippur Oktober 1973. Ia salah satu komandan pasukan Zionis yang berhasil meraih kemenangan dari pasukan Arab dalam waktu singkat. Keberhasilannya
itu menjadi salah satu legasi Sharon, yang hingga kini terus diajarkan
dan ditularkan kepada para kadet angkatan bersenjata Israel.
Di dunia politik, ia mendirikan Partai
Likud pada tahun 1973, yang hingga kini dikenal sebagai partai paling
kejam dan keras terhadap rakyat Palestina. Lawan-lawan politiknya di Israel pun mengakui ke-hawkish-annya. Setelah keluar dari Likud, ia membentuk Partai Kadima pada akhir 2005. Partai ini juga mendapat warisan sifat keras dari Sharon. Salah satunya bisa dilihat dari sepak terjang Tzipi Livni, Ketua Partai Kadima.
Meskipun perempuan, pemimpin Kadima itu
adalah otak dan pengambil keputusan penting saat pasukan Zionis Israel
menyerang Jalur Gaza akhir 2008 hingga pertengahan Januari 2009, yang
dikenal dengan Operation Cast Lead.Tidak kurang dari 1.500 orang – kebanyakan anak kecil, wanita dan orangtua– menjadi korban tewas dalam serangan 22 hari tersebut. Serangan
pasukan udara, darat dan laut Israel itu baru dihentikan hanya satu
hari sebelum Amerika Serikat melantik Presiden Barack Obama.
Dalam urusan pemukiman Yahudi, Sharon
yang pernah menjabat sebagai Menteri Perumahan dan Pembangunan Israel
tahun 1990-1992 dan Menteri Infrastruktur Nasional Israel tahun
1996-1999, tidak mengenal kata ilegal dalam kamusnya. Semua pemukiman Yahudi yang dibangun, termasuk dengan cara merampas tanah milik warga Palestina, adalah sah. “Setiap orang harus bergerak, lari dan ambillah sebanyak mungkin puncak bukit sebisanya, untuk memperluas pemukiman (Yahudi). Sebab,
semua yang kita bisa ambil akan tetap menjadi milik kita… Apa saja yang
tidak bisa kita ambil, akan jatuh ke tangan mereka,” Itulah kutipan
perkataan Sharon, saat berbicara di hadapan militan dari kelompok
ekstrim sayap kanan Partai Tsomet, ketika menjabat sebagai Menteri Luar
Negeri, 15 Nopember 1998.
Kecongkakan Sharon dan kebenciannya
terhadap orang Arab dan Palestina sudah mendarah-daging dalam dirinya
sejak dulu, ia seorang yang kejam. Dalam wawancaranya dengan Jenderal Ouze Merham pada 1956, Sharon berkata:
“Saya tidak tahu ada yang namanya prinsip-prinsip internasional. Saya bersumpah, akan saya bakar setiap anak yang dilahirkan di daerah ini.Perempuan
dan anak-anak Palestina lebih berbahaya dibandingkan para pria dewasa,
sebab keberadaan anak-anak Palestina menunjukkan bahwa generasi itu akan
berlanjut. … Saya bersumpah, jika saya sebagai seorang Israel bertemu dengan seorang Palestina, maka saya akan bakar dia. Dan saya akan membuatnya menderita sebelum membunuhnya. Dengan satu pukulan saya pernah membunuh 750 orang Palestina (di Rafah tahun 1956). Saya
ingin menyemangati prajurit saya agar memperkosa gadis-gadis Arab,
karena perempuan Palestina adalah budak untuk Yahudi dan kami dapat
berbuat apa saja yang kami inginkan kepadanya. Tidak ada yang boleh menyuruh kami apa yang harus kami lakukan, justru kami yang memerintah mereka apa yang harus mereka lakukan.”
0 komentar: