Ia
mengatakan media-media Yahudi sengaja mencari-cari yang mengekspos
siapa yang melakukan penyerangan dengan bahasa lain yang melakukan
kekerasan. Formulasi kekerasan ini yang kemudian diberitakan
besar-besaran ke publik.
Padahal
menurutnya, pelecehan ajaran agama juga termasuk kekerasan, sehingga
wajar jika umat Islam di Sampang melakukan perlawanan terhadap Syiah.
“Kekerasan
itu ada banyak tipe, ada kekerasan fisik tapi ada juga kekerasan
nonfisik, kekerasan verbal. Kalau orang menghina agama itu bagian dari
kekerasan jadi wajar kalau dilawan. Persoalannya ini tidak muncul di
permukaan,” ungkapnya selaku pembicara dalam Halaqoh Islam dan
Peradaban, di Wisma Antara, Jakarta Pusat, Ahad (16/9/2012).
Dengan
demikian, Saharuddin Daming menilai adanya kebohongan publik oleh media
yang membangun opini bahwa Syiah telah menjadi korban dalam konflik di
Sampang.
“Media
memberitakan bahwa ada penyerbuan warga terhadap kelompok yang disebut
Syiah. Media kemudian membangun opini bahwa Syiah menjadi korban,
terjadi kebohongan publik menurut saya. Padahal yang menjadi korban ini
adalah umat Islam yang dirusak agamanya, ini yang tidak terungkap ke
publik tapi yang terungkap adalah Syiah yang menjadi korban,” tuturnya.
Pemberitaan
media tersebut tentu tak berdiri sendiri, ia menegaskan bahwa
keterbalikan paradigma sehingga terjadi pemutarbalikan fakta tak lepas
dari permainan barat melalui kaki tangannya di Indonesia.
‘Inilah
menurut saya keterbalikan paradigma yang dimainkan oleh barat dengan
kaki tangannya di Indoensia ini melalui KELATIK (Kecoa, Lalat dan
Tikus), siapa ini? Kelompok-kelompok JIL; SETARA Institute, Wahid
Institute dan sekarang ada HRWG yang akan melaporkan ke dewan HAM
se-dunia,” tegasnya.
Saharuddin
Daming menilai apa yang dilakukan sejumlah LSM dengan melaporkan kasus
konflik umat Islam versus aliran sesat Syiah di Sampang ke dewan HAM
dunia tak perlu dianggap sebagai ancaman.
‘Kalau
ada yang mau melapor ke dewan HAM se-jagat saya kira tidak ada masalah,
lapor saja! Tidak ada sanksinya kok. Karena tidak adil, masa Rohingya
yang mengalami perlakukan yang sangat zalim adakah mereka
berteriak-teriak? Tapi kalau sedikit menyangkut umat Islam di Indonesia
gatal pantatnya kalau tidak main di dunia,” terangnya.
Hal
itu memang biasa dilakukan LSM lantaran mereka menjadi jongosnya barat
di Indonesia. “Tapi saya tahu, kalau itu tidak dilakukan bukan LSM barat
namanya. Kenapa? Mereka ini kalau tidak kerja seperti itu tidak akan
diberi bantuan apa pun. Mereka ini bekerja kepada tuannya, mereka ini
sama dengan jongos juga jongosnya barat di Indonesia,” ujarnya. [Ahmed
Widad/voa-islam
0 komentar: