::
Start
sumber informasi dan persahabatan

Navbar3

Search This Blog

Senin, 29 Oktober 2012

Menyumbang Palestina Divonis 65 Tahun Penjara: Hanya di Amerika



Ghassan Elashi, Ketua Yayasan Holy Lands, lembaga amal Muslim terbesar di Amerika Serikat terancam vonis 15-65 tahun penjara hanya karena menyalurkan bantuan ke Palestina. foto: Electronic Intifada
 ’Iedul Adha kemarin menjadi tambah penting bagi Ghassan Elashi, Ketua Yayasan Holy Land, salah satu badan amal Muslim terbesar di Amerika Serikat. Di hari yang suci ini Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat (AS) akan mengeluarkan vonis final terkait kasus yayasan Muslim terbesar di AS. Keputusan ini datang setelah sebelas tahun yang penuh gejolak, penangkapan, penggerebekan, pengadilan dan pengajuan banding.
Ini juga akan menjadi jalan hukum terakhir bagi para pemimpin Yayasan Holy Land yang kini menjalani hukuman penjara dari 15 sampai 65 tahun. Anak dari Ghassan Elashi (salah satu pendiri Yayasan Holy Land yang tengah dipenjara) berharap keputusan mahkamah agung nanti dapat membebaskan ayahnya.
“Harapan saya adalah melihatnya tanpa baju penjara. Saya berharap dapat menelponnya kapan pun saya mau dan memeluknya yang kini sejak lebih dari tiga tahun lalu tidak dapat saya lakukan. Mungkin hari itu akan datang secepatnya. Atau tidak. Kita akan tahu jawabannya sebentar lagi,” ujarnya.
Holy Land adalah badan amal yang menyalurkan bantuan ke seluruh negara di dunia dengan donasi terbesar masuk ke Palestina. Ketika ikut mendirikan Yayasan Holy Land pada 1989, Ghassan Elashi sudah menyadari tantangan yang akan dihadapinya karena kebijakan luar negeri AS selalu mendukung ‘Israel’ dan tidak pernah mengakui kedaulatan Palestina.
Dan tidak heran juga, ketika Holy Land berkembang menjadi badan amal Muslim terbesar di AS, pada tahun 1990-an muncul kampanye penentangan terhadap yayasan ini. Kampanye hitam itu dipimpin seorang politisi pro’Israel’ dan beberapa kelompok yang berulang kali berusaha menghubung-hubungkan keterlibatan Holy Land dengan Hamas.
Meski ada kampanye seperti itu, yayasan tidak langsung ditutup. Namun tiga bulan setelah peristiwa 11 September 2001, pemerintahan Bush meminta Holy Land ditutup. Pada tahun itu, yayasan ditutup dan aset mereka dibekukan.
Selama bertahun-tahun, jaksa penuntut memakai berbagai upaya untuk mengganggu operasi yayasan Holy Land, termasuk para pendirinya. Dengan dasar hukum yang tidak jelas, pihak jaksa dengan mudah mengklaim yayasan memberikan dukungan material (makanan, selimut dan obat-obatan) dalam bentuk amal kepada komite-komite zakat Palestina yang dituding bekerja sama dan dikontrol Hamas. Jaksa juga menyebut, dukungan Holy Land terhadap Hamas telah membantu Hamas memenangkan hati rakyat Palestina.
Pada sidang pertama, para juri tidak berhasil diyakinkan atas tuntutan yang membingungkan terhadap Holy Land. Apalagi komite-komite zakat yang dituding terlibat dengan teroris tidak terdaftar sebagai organisasi teroris dalam Departemen Keuangan AS. Faktanya, komite-komite zakat ini atau pun tempat-tempat penyaluran donasi yang terdaftar di Yayasan Holy Land juga menerima donasi dari sejumlah badan pemerintah AS, seperti United States Agency for International Development (USAID).
Kendati pada sidang pertama para juri menemui jalan buntu dalam pemungutan suara, di sidang ke dua, juri memutuskan semua terdakwa bersalah. Ghassan Elashi, misalnya, dijatuhi hukuman penjara 65 tahun dan diasingkan dari keluarganya di Dallas ke Unit Manajemen Komunikasi (CMU) di sebuah pedesaan di Illinois. CMU adalah sebuah penjara yang sebagian besar dihuni oleh narapidana Muslim yang ditahan sejak peristiwa 11/9. Tujuan dari penempatan para tahanan di penjara terpencil ini untuk membatasi komunikasi via telepon atau pun kunjungan kerabat.*

0 komentar: