Saudaraku
semua! Meskipun telah begitu nyata keterangan tentang arti jihad. Baik itu
dalam keterangan Al-Quran, hadits, ataupun perkataan para shabat dan ulama.
Namun masih tetap ada saja yang mempermaslahkannya. Ada yang hendak
mengotak-ngatik sesuatu yang telah menajdi ketetapan Allah itu.
Mereka
hendak memalingakan perhatian umat Islam dari pemahaman yang benar. Merak coba
menggelintirkan makna jihad menurut hawa nafsu mereka. Mereka mengatakan bahwa
mengartikan jihad itu perang adalah sesuatu yang salah dan sesat. Dan yang
benar adalah apa-apa yang menjadi pendapat dari mereka. Wallahu ‘alam
apa maksud mereka-mereka ini berbuat demikan. Tapi yang pasti nyata bagi saya,
mereka hendak memadamkan cahaya Allah.
Untuk
itu saya merasa perlu mengangkat permasalahan tersebut dalam bab ini. Agar bisa
menjadi benteng bagi kita semua dari pemahaman yang salah dan menyesatkan kita
dari jalan Allah.
Dan
hujjah (alasan) mereka untuk itu bermacam-macam. Begitu pun juga dengan
dalilnya mereka catut seenaknya dan menempatkannya tidaklah pada tempatnya.
Begitu keras permusuhan mereka terhadap orang-orang yang memaknai jihad adalah
perang. Maka mereka pun mengeluarkan dalih-dalih sebagai berikut :
Jihad yang Paling Tinggi Adalah Melawan
Hawa Nafsu.
Ya,
begitulah kata mereka. Jihad yang paling tinggi derajatnya bukanlah berjihad
dengan berperang di jalan Allah. Akan tetapi menurut mereka jihad tertinggi itu
adalah Jihad melawan hawa nafsu. Inilah yang sering mereka sebut jihad nafs
huwa jihadul Akbar (jihad melawan hawa nafsu itu jihad yang paling besar). Atau
dengan kata lain jihad dengan berperang bercucuran darah dengan
mengorbankan harta dan jiwa merupakan jihadus shagir (jihad yang kecil).
MasyaAllah,
entah apa yang membeuat mereka begitu berani menerjang dan melawan nash-nash
syara yang telah Allah tetapkan. Hingga mereka begitu berani bahwa JIHAD
bermakna PERANG itu jihad kecil. Dan jihad yang paling besar adalah jiha
melawan hawa nafsu.
Setala
ditelusuri dan diusut pkok permasalahannya. Alhamdulillah, akhirnya kita bisa
memnemukan juga dalil yang menjadi hujjah mereka. Ternyata katanya mereka
menyandarkan pendapat mereka itu pada sebuah hadits yang berbunyi :
"Kita
baru saja kembali dari jihad kecil menuju jihad yang besar. Para shahabat
bertanya, "Apa jihad besar itu? Nabi saw menjawab, "jihaad al-qalbi
(jihad hati).” Di dalam riwayat lain disebutkan jihaad
al-nafs". 178(178 KanZ
al-'Ummaal, juz 4/616; Hasyiyyah al-Baajuriy, juz 2/ 265).
Jadi
berdasakan hadits di ataslah mereka berasalah bahwa jihad dengan pergi perang
adalah JIHAD ashgar (kecil), dan jihad yang besar adalah jihad menahan
hawa nafsu. Dan sungguh ini merupakan pemahan yan benar-benar salah. Pendapat
seperti ini telah menyalahi nash-nash dan dalil yang lebih kuat yang bersuber
pada Al-Quran dan hadits-hadits shohih. Sebagaimana dalil-dalil tersebut telah
kita bahas.
Dan
setelah diteliti ternyata hadits yang mereka jadikan alasan di atas, sangat lah
tidak bisa digunakan sama sekali. Hagitsnya sangat lemah, dan bahkan itu
merupakan sebuah hadits maudhu (hadits palsu). Karena hadits tersbut tidak
ditemukan dalam riwayat-riwayat imam hadits-hadits termasyhur.
Adapun
tanggapan terhadap hadits yang menajdikan dalil bahwa jihad yang paling besar
adalah jihad menahan hawa nafsu adalah sebagai berikut:
Pertama,
status hadits jihaad al-nafs lemah, baik ditinjau dari sisi sanad maupun matan.
Dari sisi sanad, isnaad hadits tersebut lemah (dla'if). Al-Hafidz al-'Iraqiy menyatakan bahwa isnad
hadits ini lemah. Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalaaniy, hadits tersebut
adalah ucapan dari Ibrahim bin 'Ablah.179 (179 Lihat Imam al-Dzahabiy,
Syiar A'laam al-Nubalaa', juz 6/ 324-325. Di dalam kitab ini dituturkan,
bahwasanya Mohammad bin Ziyad al-Maqdisiy pernah mendengar Ibrahim bin 'Ablah
berkata kepada orang-orang yang baru pulang dari peperangan (jihad),
"Kalian baru saja kembali dari jihad kecil ffihaadal-ashghar), lantas, apa
yang kamu lakukan dalam jihad al-qalbiy."
Al-Hafidz
al-Suyuthiy juga menyatakan, bahwa sanad hadits ini lemah (dla'if).
Kedua,
seandainya keabsahan hadits ini tidak perlu kita perbincangkan, maka lafadz
jihad al-akbar yang tercantum di dalam hadits itu wajib dipahami dalam konteks
literal umum; yakni perang hati atau jiwa melawan hawa nafsu dan syahwat serta
menahan jiwa untuk selalu taat kepada Allah swt. Sebab, jihad menurut
pengertian bahasa bisa bermakna perang maupun bukan perang. Sedangkan jihad
kecil (jihaad al-ashghar) dalam hadits itu mesti dimaknai dalam konteks syar'i
dan 'urfy, yakni berperang melawan orang-orang kafir di jalan Allah.180 (180
Dr. Mohammad Khair Haekal, al-Jihaad Al-Qitaal, juz 1/46).
Suatu
lafadz, jika memiliki makna bahasa, syar'iy, dan 'urfiy, harus dipahami pada
konteks syar'iynya terlebih dahulu. Baru kemudian dipahami pada konteks 'urfiy
(konvensi umum), dan lughawiy (literal). Demikian juga kata jihaad. Lafadz ini
mesti dipahami pada konteks syar'iynya terlebih dahulu, yakni berperang melawan
orang kafir. Jika makna ini ingin dialihkan ke makna-makna yang lain, selain
makna tersebut, harus ada qarinah (indika-tor) yang menunjukkannya. Lafadz
jihad (jihad al-akbar) yang termaktub di dalam hadits jihaad al-nafs harus
dibawa kepada pengertian literal secara umum.
Hanya
saja, dalam konteks syar'iy dan konvensi umum, lafadz jihad harus dipahami
perang melawan orang kafir (perang fisik), dan tidak boleh diartikan dengan
perang melawan hawa nafsu dan syahwat.
Ketiga,
dari sisi matan hadits (redaksi), redaksi hadits jihaad al-nafs di atas
bertentangan nash-nash yang menuturkan keutamaan jihaad fi sabilillah di atas
amal-amal kebaikan yang lain. Oleh karena itu, redaksi (matan) hadits jihad
al-nafs wajib ditolak karena bertentangan dengan nash-nash lain yang menuturkan
keutamaan jihad fi sabilillah di atas amal-amal perbuatan yang lain. Bahkan,
para ulama yang memiliki kredibilitas ilmu dan iman telah menetapkan jihaad fi
sabilillah sebagai amal yang paling utama secara mutlak. Adapun bukti yang
menunjukkan bahwa jihad fi sabilillah adalah amal yang paling utama adalah
sebagai berikut:
Ayat
di atas menunjukan bahwa betapa tinggi derajat perang di jalan Allah. Dan sekali
lagi ayat Allah menejalskan bahwa JIHAD dengan berperanglah jihad yang paling
tinggi derajatnya di sisi Allah. Dan sungguh jika kita ingin membantahkan
ayat-ayat Allah tersebut tentulah masilah sangat banyak. Lalu siapa yang masih
meragukan keterangan Allah ini?
Lalu
begitu pun dengan hadits-hadits nabi Muhammad saw. Hadits-hadits beliau
menyatakan bahwa jihad yang paling tinggi derajatnya adalah berperang dijalan
Allah, bukan menahan hawa nafsu. Berikut adalah keterangannya :
Imam
Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Anas bin Malik ra, bahwasanya
Rasulullah saw bersabda: “Berjaga-jaga pada saat berperang di jalan Allah lebih
baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Imam Bukhari).
Hadits
ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim, Turmudziy, dan lain-lain.
“Sesungguhnya, kedudukan kalian di dalam jihad di jalan Allah, lebih baik
daripada sholat 60 tahun lamanya.” (HR. Imam Ahmad).
Dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudziy disebutkan, bahwa jihad lebih baik
daripada sholat di dalam rumah selama 70 tahun.
Masih banyak lagi riwayat yang menuturkan keutamaan dan keagungan jihad
di atas amal kebaikan yang lain.
0 komentar: